Reporter: Tane Hadiyantono | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penguatan dollar Amerika Serikat (AS) terhadap rupiah Indonesia dirasa hanya akan berlangsung pendek. Pasalnya fundamental negara masih baik dan terus-menerus mendapatkan apresiasi dari lembaga finansial global.
Rupiah di indeks spot per 9 Februari terkikis ke Rp 13.628 per dollar AS. Dalam sepekan terakhir, rupiah telah anjlok 1,3%.
Padahal di awal bulan Februari ini Indonesia mendapatkan sejumlah berita bagus. Pertama, Dana Moneter Internasional (IMF) pada menyatakan bahwa dalam jangka menengah, pertumbuhan ekonomi tahunan Indonesia akan meningkat secara bertahap menjadi sekitar 5,6%.
Kemudian, Japan Credit Rating Agency (JCR) juga menaikkan peringkat sovereign credit rating (SCR) Indonesia dari BBB- dengan outlook positif menjadi BBB dengan outlook stabil.
"Indonesia ini sebetulnya adalah pasar yang terlindungi dan pertumbuhan laba korporasi kita seharusnya terus naik, dan harga saham kita masih lebih murah untuk level Asia," jelas Katarina Setiawan, Chief Economist & Investment Strategist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia kepada KONTAN, Sabtu (10/2).
Katarina menambahkan, Indonesia juga merupakan negara low beta yang diartikan sebagai negara yang gerak ekonominya tidak terpapar lebar oleh sentimen global.
Karena itu, Ia menegaskan pelemahan rupiah ini hanya akan berlangsung sementara dan tidak mencerminkan potensi pelemahan jangka panjang.
Katarina juga memberi proyeksi tahun ini rupiah akan stabil di kisaran Rp 13.200 - Rp 13.500 per dollar AS dan belum merubah prakiraan ini.
"Kalau ada kenaikan dan penurunan itu wajar, volatilitas sepanjang tahun juga masih normal," jelasnya. Apalagi, lembaga pemeringkat utang internasional, Moody's telah memberi sinyal positif untuk potensi kenaikan peringkat Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
