Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pada pekan pendek yang diselingi cuti bersama, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mampu berbalik menguat 1,26% ke posisi 6.762,25. Kekhawatiran pasar pun mereda menyusul kepastian suku bunga The Fed yang naik 25 basis points.
Meski begitu, pelaku pasar tetap perlu waspada lantaran volatilitas pasar masih membayangi. Presiden Komisaris HFX Internasional Berjangka Sutopo Widodo melihat pasar saham masih rawan dengan goncangan dinamika ekonomi dan geopolitik, sehingga investor perlu berhati-hati.
Menimbang kondisi saat ini, investor disarankan untuk memperkuat posisi dana tunai sembari melakukan diversifikasi portofolio. Artinya, cukup urgen bagi investor untuk disiplin dalam money management secara aman dan cermat.
"Cash is The King sambil menunggu peluang dan pasar yang lebih stabil. Boleh trading short term jika ingin masuk di saham atau forex, gold," kata Sutopo saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (26/3).
Baca Juga: Performa Indeks IDX Growth 30 Ungguli IHSG, Saham Big Caps Jadi Penopang
Saran Sutopo, pelaku pasar bisa mengisi 60% portofolionya dengan cash dan deposito. Alokasi untuk emas dan obligasi sebanyak 10%, sedangkan 30% masih layak diisi oleh saham.
Memegang cash juga penting sebagai persiapan membeli saham yang sudah terdiskon. "Untuk saham bisa melakukan short trading sambil menunggu peluang harga di bawah lagi," imbuh Sutopo.
CEO Edvisor.id Praska Putrantyo menimpali, meski saat ini kondisi pasar masih berfluktuasi kencang, investor tidak harus menerapkan Cash is The King. Pasar saham bergerak rebound dari level support IHSG di 6.530-an.
Ditambah dengan meredanya kekhawatiran pasar terkait besaran kenaikan suku bunga The Fed dan isu kepanikan di perbankan Amerika Serikat. Dus, Praska memandang momentum ini bisa dimanfaatkan untuk strategi averaging down pada saham prospektif yang sedang terkoreksi.
Baca Juga: IHSG Menurun, Simak Targetnya di Akhir Tahun
Asalkan fokus pada saham-saham dengan profitabilitas tinggi, risiko utang terjaga, dan valuasi saham yang relatif murah. "Untuk mendapatkan momentum harga yang optimal, investor dapat mengombinasikan dengan analisa teknikal," terang Praska.
Hingga akhir semester pertama 2023, investor bisa menempatkan dana pada instrumen saham dengan alokasi 30% dari total portofolio. Jika semakin kondusif, bisa ditingkatkan menjadi 50%. Saham-saham defensif dengan valuasi murah bisa menjadi prioritas.
Di samping saham, sekitar separuh atau 50% keranjang investasi bisa diisi oleh obligasi dengan fokus pada Surat Berharga Negara (SBN) tenor pendek-menengah atau korporasi rating minimal A. Lalu 20% dari portofolio investasi bisa dialokasikan ke pasar uang.
Baca Juga: Menguat Pekan Lalu, Simak Proyeksi IHSG Senin (27/3)
Sementara itu, Analis Investindo Nusantara Sekuritas Pandhu Dewanto melihat karakter investor akan jadi penentu. Bagi investor dengan tipe agresif, bisa lebih banyak mengalokasikan ke saham, mengikuti momentum positif jangka pendek.
"Kalau untuk jangka panjang mungkin perlu wait and see dulu, cash minimal 30% untuk jaga-jaga jika terjadi gejolak lagi," kata Pandhu.
Bagi investor agresif, porsi saham bisa mencapai 60% dan 40% bisa diisi oleh dana tunai atau instrumen investasi lainnya. Sedangkan bagi yang berkarakter konservatif, Pandhu menyarankan untuk memegang saham maksimal 30% saja.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News