Reporter: Amailia Putri Hasniawati, Asep Munazat Zatnika |
JAKARTA. Utang PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) makin menyusut. Utang emiten ini kini tinggal sekitar US$ 644,5 juta. Penyusutan utang ini terjadi setelah PGAS melunasi utangnya kepada Standard Chartered Bank (SCB) senilai US$ 246,5 juta.
Direktur Keuangan PGAS Riza Pahlevi mengatakan, sisa utang berdenominasi dollar AS tersebut jatuh tempo sekitar tahun 2015 hingga 2017 mendatang. "Tidak ada yang jatuh tempo tahun ini, tapi cicilan ada sekitar US$ 60 juta," ujar dia, Selasa (16/3). Cicilan tersebut, lanjut Riza, dibayar dengan menggunakan kas internal. Maklum, PGAS masih memiliki dana menganggur (free cash flow) sekitar US$ 500 juta.
BUMN gas itu telah mempercepat pembayaran atas pinjaman sindikasi kepada SCB senilai US$ 246,5 juta beberapa pekan lalu. Perinciannya utang pokok senilai US$ 244,44 juta dan utang bunga sebesar US$ 2,07 juta. Sebenarnya, utang ini baru jatuh tempo pada 9 Desember 2011.
Dengan pembayaran tersebut, maka kewajiban PGAS terhadap pinjaman sindikasi SCB dengan total US$ 275 juta telah selesai. Sebelumnya, PGAS telah membayar cicilan pinjaman sebesar US$ 30 juta.
Total utang PGAS yang berdenominasi dollar AS sebelum pelunasan utang ke SCB adalah US$ 890 juta. Dengan percepatan pembayaran itu, utang PGAS tersisa US$ 644,5 juta. Tapi, PGAS masih mempunyai tanggungan utang dalam mata uang yen senilai ¥ 46 miliar.
Rencana akuisisi
Tahun ini, PGAS berencana melakukan ekspansi anorganik melalui akuisisi sejumlah blok gas. "Sudah dalam tahap due dilligence," kata Riza. Sayangnya, ia belum mau mengatakan jumlah serta lokasi blok yang sedang dibidik. Ia hanya berkata, beberapa blok dimiliki perusahaan gas asing. PGAS juga tidak akan mengambil porsi kepemilikan mayoritas pada aksi korporasi tersebut.
Direktur Utama PGAS Hendri Prio Santoso pernah menyatakan, perusahaannya mengincar dua blok gas. PGAS telah menyiapkan dana US$ 250 juta atau sekitar Rp 2,25 triliun untuk merealisasikan rencana akuisisi itu. Menurut dia, aksi korporasi itu untuk memperkuat lini usaha hulu PGAS. Maklumlah, pasokan gas selama ini belum optimal.
Saat ini, PGAS baru mampu mendistribusikan gas sekitar 800 juta kaki kubik per hari (MMSCFD). Manajamen PGAS menargetkan volume gas yang didistribusikan tahun ini 1.200 MMSCFD.
Ada beberapa opsi yang sudah disiapkan PGAS untuk mendanai kegiatan akuisisi tersebut. "Kami akan mempertimbangkan penerbitan obligasi atau pinjam dari bank. Tergantung mana yang murah," tutur Riza.
PGAS juga tengah menyiapkan dana US$ 350 juta untuk membangun dua proyek terminal liquefied natural gas (LNG). Masing-masing terminal berlokasi di Teluk Jakarta, Jawa Barat dan di Medan Belawan, Sumtra Utara. Jadi, total anggaran belanja modal PGAS untuk tahun ini berkisar US$ 550 juta hingga US$ 600 juta.
Rencana PGAS menerbitkan surat utang tersebut dipandang positif oleh Kiswoyo Adi Joe, Analis Askap Futures. Menurutnya, karena sudah melunasi sebagian dari utangnya, maka PGAS mampu menanggung utang baru. "Keuangan emiten ini masih sehat," ujar Kuswoyo.
Kiswoyo memperkirakan rencana penerbitan surat utang justru bisa mendongkrak harga saham PGAS. "Jangan lupa tujuan dari akuisisi ini adalah mengamankan pasokan gas," kata Kiswoyo. Jika utang mengucur dan proyek lancar, tentu harga PGAS bisa ikut terangkat.
Dia memprediksi harga saham PGAS bisa naik hingga Rp 4.000-
Rp 5.000 per saham. Harga PGAS pada penutupan bursa Rabu (16/3) adalah Rp 3.650 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News