kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Usai reverse stock, BNBR akan merestrukturisasi utang Rp 9,87 triliun


Sabtu, 28 April 2018 / 14:30 WIB
Usai reverse stock, BNBR akan merestrukturisasi utang Rp 9,87 triliun


Reporter: Agung Jatmiko | Editor: Sanny Cicilia

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana peningkatan nilai nominal saham alias reverse stock PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR) direstui rapat umum pemegang saham (RUPS), Jumat (27/4). Rasio reverse stock tersebut mencapai 10:1. Artinya, harga saham BNBR yang kini di level Rp 50 per saham, nantinya akan diperdagangkan di kisaran Rp 500 per saham.

Direktur Utama BNBR Bobby Gafur S Umar mengatakan, reverse stock merupakan bagian dari kesepakatan dengan kreditur terkait restrukturisasi utang BNBR. "Kreditur ini juga merupakan salah satu pemegang saham BNBR," ujar dia, kemarin.

Sebelum merestrukturisasi utang, kreditur meminta BNBR meningkatkan likuiditas saham. Tahun ini masih ada plafon utang dari tiga kreditur yang harus direstrukturisasi. Nilainya Rp 9,87 triliun.

Langkah pertama ialah menyelesaikan restrukturisasi dengan satu kreditur dalam tempo dua pekan mendatang. Nilai utangnya Rp 2,87 triliun. Sementara, sisanya sebesar Rp 7 triliun akan diselesaikan pada semester II-2018.

Pada tahun 2016 dan 2017, BNBR telah merestrukturisasi utang dengan Credit Suisse senilai masing-masing Rp 1,37 triliun dan Rp 1,04 triliun. "Total utang turun 5% tahun lalu karena penurunan pinjaman jangka panjang yang dikonversi menjadi ekuitas," ungkap Bobby.

Vice President Research, Artha Sekuritas Frederik Rasali mengatakan, langkah reverse stock BNBR justru tidak menguntungkan investor. Pasalnya, berbeda dengan stock split yang mampu memperbanyak jumlah saham, reverse stock justru membuat saham yang beredar makin sedikit.

Tambah lagi, tidak ada jaminan kalau harga saham usai reverse stock bakal naik. "Berkaca dari pengalaman reverse stock yang pertama, justru harga sahamnya semakin turun," kata Frederik.

Mengingatkan saja, pada 2008 silam, BNBR pernah melakukan reverse stock dengan rasio 2:1. Tapi toh, akhirnya saham BNBR kembali ke level terendah di Rp 50 per saham. Dengan demikian, menurut Frederik, bagi investor ritel saham BNBR tidak layak dikoleksi usai reverse stock. Sebab, ada kemungkinan besar harganya bakal turun.

Lain ceritanya kalau setelah reverse stock manajemen BNBR mampu menaikkan kinerja, sehingga fundamentalnya bagus. Sehingga, Frederik menyarankan sebaiknya  wait and see dulu di saham ini. Kalau memang fundamentalnya lebih baik, investor ritel bisa mempertimbangkan beli.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×