Reporter: Agung Jatmiko | Editor: Dupla Kartini
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR) pada Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST), Jumat (27/4), mengumumkan adanya upaya restrukturisasi utang perusahaan. Sejauh ini, BNBR telah berhasil merestrukturisasi utang pada 2016 dan 2017 kepada Credit Suisse senilai masing-masing Rp 1,37 triliun dan Rp 1,037 triliun.
Tahun ini, BNBR masih akan melanjutkan restrukturisasi terhadap tiga kreditur senilai total Rp 9,87 triliun. Langkah pertama, menyelesaikan restrukturisasi dengan satu kreditur dalam tempo dua pekan mendatang senilai Rp 2,87 triliun. Sementara, sisanya sebesar Rp 7 triliun akan diselesaikan pada semester II-2018.
Direktur Utama BNBR, Bobby Gafur S. Umar mengungkapkan, kinerja perusahaan sepanjang 2017 lebih baik dibandingkan 2016, dengan fokus perusahaan dalam merevitalisasi neraca keuangan. Tahun lalu, perusahaan berhasil membukukan pendapatan sebesar Rp 2,5 triliun.
"Total utang perusahaan turun 5% tahun lalu, terutama disebabkan oleh penurunan pinjaman jangka panjang yang telah dikonversi menjadi ekuitas," ungkapnya, Jumat.
Ia menambahkan, sepanjang 2017, perusahaan juga terus berusaha menyehatkan neraca keuangan dengan melakukan beberapa langkah strategis. Misalnya, dengan melakukan penambahan modal berskema PMTHMETD tahap kedua alias private placement.
Masih terkait dengan upaya restrukturisasi, tahun ini, BNBR juga berencana melakukan penggabungan nilai saham aliasĀ reverse stock. Rasionya 10:1. Artinya, harga saham BNBR yang sebesar Rp 50 per saham akan bernilai Rp 500 per saham.
Menurut Bobby, langkah reverse stock ini merupakan bagian dari kesepakatan dengan kreditur terkait restrukturisasi utang BNBR. Rencananya, reverse stock akan dilakukan selama dua minggu ke depan. Dus, bisa dikatakan reverse stock ini dilakukan seiring dengan proses restrukturisasi utang BNBR kepada satu kreditur. Cuma, Bobby enggan mengungkapkan kreditur tersebut.
"Reverse stock ini bagian dari perjanjian dengan kreditur yang kebetulan merupakan salah satu pemegang saham BNBR. Kami (manajemen) memang diminta salah satunya untuk meningkatkan likuiditas, jadi salah satu caranya adalah reverse stock," ungkap Bobby.
Dalam RUPST hari ini, BNBR juga sepakat mengangkat Anindya Bakrie sebagai Komisaris Utama dan Anindra Ardiansyah Bakrie sebagai Wakil Direktur Utama.
Vice President Research, Artha Sekuritas Frederik Rasali menilai, langkah reverse stock justru tidak akan menguntungkan investor. Pasalnya berbeda dengan stock split yang mampu memperbanyak jumlah saham, reverse stock justru membuat saham yang beredar semakin sedikit.
"Dan lagi tidak ada jaminan kalau harga saham paska reverse stock ini bakal naik. Berkaca dari pengalaman reverse stock yang pertama kan justru harganya semakin turun," kata Frederik.
Menurutnya, bagi investor ritel saham BNBR tidak layak untuk dilirik paska reverse stock, sebab, ada kemungkinan besar harganya bakal turun.
Lain lagi ceritanya kalau setelah reverse stock, manajemen BNBR mampu menaikkan kinerja, sehingga fundamentalnya bagus. Nah, sebaiknya kalau investor yang ingin masuk, Frederik menyarankan untuk menunggu dulu. Kalau memang fundamental menjadi bagus, kemudian sahamnya juga sedikit likuid baru investor ritel bisa mempertimbangkan untuk masuk.
Reverse stock ini dipandang Frederik hanya menguntungkan pemegang saham yang memiliki kepentingan, salah satunya penguasaan terhadap BNBR. Mengingat reverse stock ini merupakan bagian dari perjanjian restrukturisasi utang dengan salah satu kreditur yang juga merupakan pemegang saham, maka Frederik mengatakan yang paling diuntungkan adalah investor besar tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News