Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) tengah mengkaji akan adanya kenaikan harga jual produknya. Ini merupakan antisipasi perusahaan atas beberapa tekanan makro yang terjadi, salah satunya pelemahan rupiah.
"Selama musim Lebaran tidak akan kenaikan harga, kami upayakan tetap stabilize price. Tapi, kami akan lihat lagi seperti apa kondisinya setelah Lebaran nanti," jelas Maurits Lalisang, Presiden Direktur UNVR, (4/6).
Sebab, belakangan ini kinerja UNVR, khususnya dari segi beban pokok, terganggu dengan adanya fluktuasi rupiah. Misal, salah satu bahan baku produk UNVR adalah palm oil.
Bahan baku tersebut sebenarnya banyak berasal dari dalam negeri. Hanya saja, 50% dari keseluruhan pembelian bahan baku tersebut menggunakan kurs dollar AS, sehingga hal ini turut mempengaruhi bottom line perusahaan.
Tekanan seperti ini sudah terlihat sejak kuartal I tahun ini. Pada periode tersebut, UNVR harus puas dengan perolehan laba bersih sebesar Rp 1,36 triliun. Jumlah laba itu merosot 5% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 1,43 triliun.
Sejatinya, merosotnya laba bukan karena penjualan yang mengempis. Penjualan bersih UNVR masih tumbuh 15,18% year on year (yoy) mencapai Rp 8,7 triliun.
Namun, penjualan itu tak mampu menopang kenaikan beban. Harga pokok penjualan UNVR naik 22,2% menjadi Rp 4,52 triliun. Hal itu membuat laba bruto UNVR hanya tumbuh 8,42% menjadi Rp 4,2 triliun.
Sebelumnya, manajemen juga telah mengeksekusi kenaikan harga. Bulan Maret lalu, harga produk UNVR dinaikkan sekitar 4% hingga 5%.
"Kedepan, kami akan terus evaluasi tentunya dengan segala inovasi dan cost efficiency yang bisa kami lakukan," pungkas Maurits.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News