Reporter: Dyah Megasari | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Sepertinya, PT Bakrie Sumatra Plantations Tbk (UNSP) tak lelah melakukan ekspansi usaha. Perusahaan perkebunan milik PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR) ini berencana melakukan perluasan lahan melalui dua anak usahanya, yaitu PT Bakrie Sentosa Persada dan Indogreen International. Buat membiayai rencana tersebut, Bakrie Sumatra telah mengantongi komitmen pinjaman dari beberapa bank.
Ambono Janurianto, Direktur Utama Bakrie Sumatra, mengatakan pihaknya telah menerima komitmen fasilitas pinjaman dari bank asal Singapura dan bank lokal. Pinjaman itu telah disepakati kedua belah pihak dalam bulan ini. Perinciannya, bank asal Singapura memberikan pinjaman sebesar US$ 75 juta atau sekitar Rp 697,5 miliar. Pinjaman itu memiliki tingkat bunga LIBOR plus 3,5%, dengan jangka waktu tiga tahun.
Pinjaman kedua berasal dari beberapa bank lokal senilai total Rp 350 miliar. Jangka waktunya selama delapan tahun. "Ini adalah fasilitas pinjaman yang kami dapatkan, bukan sindikasi," ujar Ambono di Jakarta, kemarin (18/9). Sayang, dia masih enggan menyebutkan identitas bank asing dan lokal pemberi pinjaman tersebut.
Yang jelas, seluruh dana pinjaman itu untuk membiayai perluasan dan penanaman kebun kelapa sawit milik Indogreen seluas 50.000 hektare di Sumatera. Sekadar informasi, pada awal Mei lalu emiten bersandi UNSP ini melalui Bakrie Sentosa membentuk Indogreen. Ini adalah perusahaan patungan dengan beberapa perusahaan investasi. Modal awalnya sebesar US$ 110 juta, di mana Bakrie Sentosa mengempit 31% saham.
Sesungguhnya, Indogreen membutuhkan investasi US$ 244 juta. Duit ini terdiri dari modal awal US$ 110 juta dan US$ 134 juta untuk modal pengembangan usaha. Nah, salah satu sumber pendanaannya ditutup dari dua jenis pinjaman tadi.
Namun, menurut Ambono, pinjaman itu baru bisa diperoleh ketika Bakrie Sentosa menambah suntikan modal dan meningkatkan kepemilikannya di Indogreen menjadi 69% saham. Dia memperkirakan, peningkatan modal itu baru bisa dilakukan tahun depan. Sehingga, kemungkinan pinjaman tersebut baru bisa dicairkan November 2009.
Di sisi lain, meskipun harga minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) belakangan ini melorot, Ambono tetap optimistis terhadap kinerja UNSP sepanjang tahun ini. Indikasinya adalah laba bersih perusahaan pada semester satu 2008 mencapai Rp 320 miliar. Jumlah ini melonjak 50% dibandingkan pencapaian pada periode sama tahun lalu sebesar Rp 206 miliar. Dia bilang, lonjakan itu merupakan buah akuisisi atas lahan-lahan baru yang dilakukan sepanjang tahun lalu. "Tujuannya meningkatkan volume produksi UNSP," imbuh Ambono.
Namun, harga rata-rata CPO pada semester kedua tahun ini diperkirakan hanya sebesar US$ 650 per ton. Padahal, pada semester pertama 2008 harganya mencapai US$ 900 per ton. Sedangkan harga rata-rata CPO sepanjang tahun lalu US$ 650 per ton. “Belakangan ini ada penurunan konsumsi CPO dari luar negeri," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News