Sumber: TribunNews.com | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Investasi di pasar modal, baik dalam instrumen saham maupun reksadana tidak bisa lepas dari berbagai risiko atau menjadi unrealized loss.
Guru Besar Keuangan dan Pasar Modal Universitas Indonesia Budi Frensidy mengatakan, unrealized loss bisa terjadi pada siapa saja.
Pengelola dana atau Manajer Investasi (MI) top sekali pun tidak bisa selalu untung karena pergerakan harga saham tergantung pasar.
Tidak ada jaminan juga bahwa saham-saham dengan fundamental baik, seperti yang masuk LQ 45, dapat terbebas dari risiko penurunan harga.
Begitu pun dengan saham-saham yang berkapitalisasi menengah atau kecil sekalipun.
Baca Juga: Ekonom: Kasus BPJS-TK tidak bisa disamakan dengan kasus Jiwasraya dan Asabri
"Hedge fund profesional tidak ada yang tidak pernah mengalami unrealized loss. Sebagian besar akan mengalaminya ketika market sedang bearish," ujar Budi.
Dalam investasi saham maupun reksadana saham, Budi menambahkan, unrealized loss merupakan hal yang lazim.
Sebab saham merupakan instrumen investasi yang dapat memberikan return yang tinggi, namun risikonya juga lebih tinggi dibandingkan instrumen lainnya di pasar modal.
Budi mengatakan, dalam akuntansi unrealized loss biasanya tidak dicatatkan dalam laporan laba rugi namun masuk ke comprehensive income.
Sebab, aset saham biasanya masuk ke akun available for sell saat dibeli.
Nah, apakah penurunan nilai saham tersebut benar-benar menjadi kerugian atau tidak akan bergantung pada saat penjualan aset tersebut.
Jika saham yang nilainya turun kemudian dijual pada posisi rugi, tentu kerugian akan menjadi terealisasi.
Namun, jika saham tersebut tidak dijual, maka tidak akan terjadi kerugian alias hanya unrealized loss.