Reporter: Ahmad Ghifari | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Meskipun saling bersaing dari sisi perolehan imbal hasil, baik reksadana maupun unitlink dapat menjadi pilihan menarik untuk masyarakat. PT Infovesta Utama telah merilis hasil imbal hasil dari unitlink dan reksadana tahun 2019.
Menurut data Infovesta Utama, unitlink pendapatan tetap meraih imbal hasil sebesar 7,41%, sedangkan reksadana pendapatan tetap berkisar 6%-8%.
"Kontribusi unitlink pendapatan tetap tergantung dari kondisi pasar, bagaimana SUN ataupun obligasi pemerintah maupun korporasi mencatatkan muatan yang cukup besar. Indeks obligasi Korporasi sekitar 6,7% sementara infovesta government bond index sekitar hampir 10%,"kata Analis senior Infovesta Utama, Praska Putrantyo kepada Kontan.co.id, Rabu (8/1).
Di tengah fluktuasi pasar saham yang cukup kencang karena adanya isu perang dagang yang menjadikan obligasi ini yang paling dilirik.
Baca Juga: Ingin garap unitlink, begini kesiapan Asuransi Bintang
"Selain itu juga bank sentral memangkas suku bunga acuan ssbanyak 4 kali sampai ke level 5% di tahun 2019. Bahkan imbal hasil obligasi pemerintah tertahan di level 7%,"jelas Praska.
Adapun kepemilikan asing naik Rp1,69 triliun sedangkan di akhir tahun lalu mencapai Rp 1062 triliun.
Sementara itu, unitlink saham memperoleh imbal hasil 2,75%, sedangkan reksadana saham berkisar 8%-10%.
"Sepanjang 2019 ini masih di bawah level 6.300. Selain itu juga tekanan di pasar saham masih sangat tinggi. Meskipun Anexinet dari investor asing bulan Desember sentuh Rp 2 triliun belum mampu mengembalikan akumulasi sepanjang periode 2019 yang pasar reguler naik lebih dari Rp 10 triliun," kata Praska.
Unitlink campuran berada di angka 4,96%, sedangkan reksadana campuran berada di kisaran 7%-9% di tahun 2019.
"Ini gabungan dari fixed income dan saham sehingga masih terangkat dari instrumen fixed income. Ini juga karena tertopang dari alokasi bond market," ucap Praska.
Baca Juga: Ini Portofolio Investasi Pilihan Menghadapi Ketidakpastian Tahun 2020
Menurut Praska, Isu perang dagang bisa jadi akan memanas tahun ini. Selain itu pemilu di Amerika Serikat akan mengakibatkan ketidakpastian ekonomi lagi di tahun ini.
Selain itu juga, masalah Iran dan Amerika Serikat (AS). Secara ekonomi tidak berdampak besar namun harga komoditasnya dapat bergejolak terutama faktor energi, migas, minyak Sedangkan batu bara tidak termasuk karena berhubungan langsung dengan China.
Selain itu ketidakpastian ekonomi global di mana bisa mengganggu ekonomi Amerika yang hingga saat ini belum sustain.
Ada juga peralihan komoditas emas, meskipun satu sisi dapat berdampak baik bagi emiten emas. Namun penguatan harga emas yang kembali dipicu dengan penguatan imbal hasil obligasi terutama menurunnya imbal hasil obligasi pemerintah US Treasury.
"Sehingga dengan seperti itu terjadi wait and see sehingga akselerasi di pasar saham itu masih akan terhambat," jelas Praska.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News