Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Narita Indrastiti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja mayoritas industri reksadana hingga September masih negatif. Berdasarkan data Infovesta Utama per Jumat (28/9), hanya reksadana pasar uang yang mencatatkan kinerja positif baik secara bulanan maupun secara year to date.
Sejak awal tahun, indeks reksadana pasar uang yang tercermin dalam Infovesta Money Market Fund mencatatkan pertumbuhan kinerja 2,96%. Sementara, indeks reksadana saham yang tercermin dalam Infovesta Equity Fund Index menunjukkan kinerja terburuk dengan penurunan kinerja sebesar 5,6%.
Kinerja reksadana campuran yang tercermin dalam Infovesta Balanced Fund Index juga turun sebesar 3,55%. Kompak, kinerja reksadana pendapatan tetap yang tercermin dalma Infovesta Fixed Income Fund Index pun turun 2,49%.
Mayoritas reksadana berkinerja negatif dan hanya kinerja reksadana pasar uang yang berkinerja positif juga terjadi secara bulanan.
Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana mengatakan, kinerja reksadana pasar uang unggul karena isi portofolio reksadana tersebut sebagian besar ada di deposito yang memiliki risiko kerugian kecil. Apalagi, tren kenaikan suku bunga yang terjadi saat ini mendukung kinerja reksadana pasar uang untuk konsisten berkinerja positif.
"Meski kenaikan suku bunga baru terasa pada return reksadana pasar uang setelah tiga hingga enam bulan ke depan, hingga akhir tahun reksadana pasar uang bisa capai return 4,5%-5%," kata Wawan, Senin (1/10). Hingga akhir 2019, Wawan memproyeksikan return reksadana pasar uang bisa mencapai 6%.
Imbal hasil reksadana pasar uang Wawan proyeksikan bisa konsisten bertumbuh ke depannya karena The Fed masih akan menaikkan suku bunga di tahun depan. "Sentimen negatif bagi pasar uang hanya kalau suku bunga turun, tetapi di tahun depan hal tersebut belum akan terjadi," kata Wawan.
Sementara, tren kenaikan suku bunga justru menjadi katalis negatif bagi jenis reksadana lain. Pada reksadana saham contohnya, yang masih catatkan penurunan kinerja seiring dengan turunnya kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Menurut Wawan, sentimen eksternal yang membuat suku bunga AS naik dan suku bunga Bank Indonesia (BI) ikut naik, menyeret turun imbal hasil saham perbankan. Sementara, kapitalisasi sektor di pasar saham cukup besar, yaitu 40%.
"Ketika suku bunga naik, otomatis sektor perbankan terkoreksi cukup dalam, produk reksadana saham juga banyak yang memegang saham sektor perbankan, ini buat kinerja ikut turun," kata Wawan. Selain itu, Wawan juga melihat sektor konsumsi dan aneka industri yang sensitif pada kenaikan suku bunga turut berkinerja negatif.
Hingga kuartal III 2018, Wawan mengamati kinerja emiten masih berada di bawah ekspektasi. Hal ini semakin memberatkan kinerja reksadana saham. Wawan berharap di kuartal IV kinerja emiten bisa membaik karena aksi window dressing emiten dan membawa IHSG rebound ke level 6.300-6.400 di akhir tahun.
Wawan memproyeksikan meski IHSG berhasil rebound, pertumbuhan return rekasdana saham tidak akan tinggi, hanya sekitar 1%-3%. "Untuk mengharapkan return reksadana saham capai 5% itu susah," kata Wawan.
Tren kenaikan suku bunga akan berdampak makin negatif pada reksadana pendapatan tetap yang berbasis obligasi pemerintah. Wawan memproyeksikan return reksadana pendapatan tetap di akhir tahun bisa -1% hingga -2%.
Sementara, untuk reksadana campuran, Wawan memproyeksikan imbal hasil bisa tumbuh sekitar 1% di akhir tahun. Potensi pertumbuhan kinerja reksadana campuran datang dari saham yang membaik dan kinerja obligasi korporasi. Bila reksadana campuran condong memiliki obligasi pemerintah maka diproyeksikan akan negatif.
Wawan menyarankan bagi investor jangka panjang di atas tiga tahun, bisa tetap fokus investasi di reksadana berbasis saham. Sementara, bagi investor jangka pendek lebih aman berinvestasi di reksadana pasar uang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News