Reporter: Grace Olivia | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tren harga komoditas yang menanjak sejak awal tahun turut mengerek kinerja PT Vale Indonesia Tbk (INCO). Emiten produsen nikel ini turut mendulang cuan terutama dari tingginya harga nikel secara global yang dipacu oleh minimnya suplai.
Sepanjang kuartal-I 2018, INCO berhasil membalik kerugiannya menjadi laba sebesar US$ 6,84 juta. Di periode yang sama tahun sebelumnya, rugi bersih yang dikecap perusahaan ini mencapai US$ 6,16 juta.
Pencapaian laba bersih INCO di awal tahun ini tak lepas dari harga nikel yang menjulang. Sejak awal tahun, harga nikel di London Metal Exchange (LME) mencatat kenaikan 6,7% ytd ke level US$ 13.615 per metrik ton. Harga bahkan sempat menyentuh rekor tertinggi tahun ini di level US$ 15.750 per metrik ton.
Stefanus Darmagiri, analis Danareksa Sekuritas dalam risetnya 13 Juli, menyebut, harga penjualan rata-rata (average selling price) nikel INCO sepanjang kuartal pertama tahun ini, naik 9% secara kuartalan. Harga naik di tengah menurunnya tingkat produksi akibat aktivitas perbaikan teknis. "Tingkat ASP yang tinggi sepertinya masih berlanjut sampai kuartal kedua dan berpotensi menambah pendapatan perusahaan," terang Stefanus.
Analis Binaartha Sekuritas Nafan Aj, menambahkan, kemampuan INCO membalik kondisi bottom-line-nya pun berdampak pada harga sahamnya. Jika dihitung sejak awal tahun, harga saham INCO sudah naik 49,8% ke level Rp 4.330 per penutupan hari ini, Kamis (19/7). "Melihat pencapaian net profit INCO di kuartal pertama, sepertinya sampai akhir tahun berpotensi mencetak net profit lagi seiring dengan tren harga nikel yang masih positif," ujar Nafan, Kamis (19/7).
Senada, Stefanus juga memproyeksi harga nikel masih berpeluang terus menguat lantaran didorong produksi stainless-steel yang meningkat dan kebutuhan bahan baku kendaraan elektrik untuk jangka panjang. Menurutnya, selama ini 68% permintaan nikel dunia berasal dari kebutuhan produksi stainless-steel.
"Produksi stainless-steel akan naik 5% yoy karena maraknya pembangunan pabrik di China dan Indonesia," ungkap Stefanus.
Tetap Melaju
Di samping kebutuhan nikel yang masih tinggi, kondisi suplai yang minim juga akan menjadi pendorong harga komoditas nikel hingga akhir tahun. Apalagi, belum lama ini INCO mengumumkan pemberhentian investasi proyek nikelnya di Kanada dan Kaledonia Baru.
"Dengan kondisi tersebut, ekspektasinya suplai nikel global masih akan defisit dalam jangka pendek sehingga harga tetap tinggi. Meski, tingginya harga juga berpotensi membuat produsen menggenjot produksinya nanti," ujar Stefanus.Namun, prediksinya, harga nikel dunia masih akan berada di kisaran US$ 15.000 per metrik ton hingga akhir tahun.
Sementara, Nafan berpendapat, INCO juga masih berpeluang meningkatkan kinerja seiring dengan perkembangan mobil elektrik di dunia maupun Indonesia. Sekadar info, INCO memproduksi nickel matte yang diyakini sesuai untuk bahan baku pembuatan baterai mobil listrik. "Di Indonesia memang belum banyak mobil listrik, tapi justru itu potensinya masih besar. Secara global, animo untuk kendaraan ramah lingkungan juga makin besar," ujar dia.
Di sisi lain, harga komoditas yang tinggi juga mendatangkan risiko bagi kinerja INCO. Biaya bahan bakar seperti HSFO, diesel dan batu bara berpotensi menanjak dan menghambat kinerja lantaran menyumbang 29,4% dari total biaya produksi INCO sepanjang kuartal pertama 2018 lalu.
Kendati demikian, Stefanus tetap menaikkan rekomendasinya dari hold menjadi buy untuk saham INCO. Ia memasang target harga yang sangat optimistis yakni Rp 5.900. Proyeksinya, akhir tahun nanti INCO mampu membukukan pendapatan sebesar US$ 913 juta dan laba bersih sebesar US$ 89 juta.
Sementara, secara valuasi saham, Nafan menilai saat ini harga INCO sudah mencerminkan PER yang sangat tinggi yaitu di atas 113 kali. Namun, harga saham memang masih menunjukkan sinyal uptrend. Untuk itu, Nafan turut memberi rekomendasi maintain buy untuk INCO dengan target harga Rp 4.810.
Adapun, Kepala Riset Narada Aset Manajemen Kiswoyo Adi Joe memilih memberi rekomendai hold saham INCO. Pasalnya, harga nikel di paruh kedua tahun ini mungkin saja akan berfluktuasi. Selain itu, ia menyarankan agar investor menunggu dulu hingga harga terkoreksi sebelum membeli saham INCO. Ia memasang target harga sebesar Rp 4.500 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News