Reporter: Noor Muhammad Falih | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Sebagai bagian strategi front loading, pemerintah bakal agresif menerbitkan Surat Utang Negara (SUN) sepanjang kuartal I-2015. Target penerbitan yang jauh di atas nilai jatuh tempo dapat menyebabkan transaksi SUN di pasar sekunder menyusut.
Direktur Surat Utang Negara Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan Loto Srinaita Ginting mengatakan, nilai SUN jatuh tempo sepanjang tahun 2015 ini sebesar Rp 25,76 triliun. Lalu target penerbitan SUN sepanjang kuartal I sesuai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2015, sebesar Rp 78,5 triliun.
Namun dalam Rancangan APBN-Perubahan (RAPBN-P) 2015, pemerintah berencana menambah alokasi penerbitan netto SUN 2015 sebesar Rp 31 triliun menjadi Rp 308 triliun. Target penerbitan SUN kuartal I-2015 bisa meningkat dari rencana sebelumnya.
“Kemungkinan lebih besar, tapi kita menunggu APBN-P 2015 disepakati terlebih dahulu,” ujar Loto, kepada KONTAN, Rabu (14/1). Itu berarti penerbitan SUN kuartal I ini berpotensi tiga kali lipat lebih tinggi dibandingkan nilai jatuh tempo.
Presiden Direktur Bahana TCW Investment Management Edward Lubis mengatakan, rasio antara nilai penerbitan dengan jatuh tempo cukup tinggi. Dus, pasokan SUN akan melimpah di kuartal I. Ini dapat menekan transaksi SUN di pasar sekunder.
“Investor akan sabar menunggu lelang karena memang lebih menarik beli SUN di lelang daripada di pasar sekunder,” ujar Edward.
Ia menjabarkan, dengan mengoleksi SUN di pasar primer (lelang), investor dapat membeli di harga par 100. Sehingga risikonya lebih minim ketimbang di pasar sekunder yang harganya cenderung di atas par untuk SUN seri acuan (benchmark) yang regular ditawarkan saat lelang.
Yield cenderung naik
Bursa Efek Indonesia (BEI) melansir, rata-rata volume transaksi harian SUN di pasar sekunder sepanjang tahun 2014 senilai Rp 11,59 triliun per hari atau naik hingga 52,51% dibandingkan rata-rata harian sepanjang tahun 2013.
Analis obligasi Millenium Danatama Indonesia, Desmon Silitonga memperkirakan, rata-rata volume transaksi harian sepanjang kuartal I-2015 ini tidak akan jauh berbeda dengan tahun lalu. Menurutnya, memang ada kecenderungan investor beralih dari pasar sekunder ke pasar primer.
"Namun, investor SUN pasti menjual lagi di pasar sekunder saat ada capital gain. Jadi tetap ada transaksi. Kecuali investor sukuk yang cenderung hold to maturity,” ungkap Desmon. Tapi jika investor menunda realisasi capital gain sepanjang kuartal I, nilai volume transaksi harian kemungkinan bisa turun hanya menjadi sekitar Rp 8 triliun per hari.
Desmon bilang, investor perlu mewaspadai yield yang saat ini sudah terlalu rendah. Yield SUN tenor 10 tahun FR0070 misalnya sekitar 7,6% sudah terlalu rendah. “Jadi harganya sudah terlalu mahal. Skenario terburuk yield bisa naik ke 8% sepanjang kuartal I ini,” ujar Desmon.
Edward menambahkan, lantaran sepi transaksi di pasar sekunder, tingkat yield SUN memang cenderung naik. “Terlebih saat mendekati waktu lelang, investor biasanya menaikkan yield SUN di pasar sekunder, supaya menddapatkan yield tinggi di lelang,” ujar Edward.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News