Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Laporan Chainalysis Global Crypto Adoption Index (Indeks Adopsi Kripto Global) 2025 telah dirilis pada Selasa (2/9/2025). Laporan tersebut mencatat lanskap regulasi stablecoin telah berkembang secara signifikan selama 12 bulan terakhir.
Meskipun Undang-Undang GENIUS di AS belum berlaku, pengesahannya telah mendorong minat institusional yang kuat. Sementara di Uni Eropa, rezim stablecoin MiCA (The Markets in Crypto Assets Regulation) telah membuka jalan bagi peluncuran stablecoin berlisensi yang merujuk pada euro seperti EURC.
“Namun, jika kita melihat data on-chain, volume transaksi stablecoin masih didominasi oleh USDT (Tether) dan USDC, yang secara konsisten mengungguli stablecoin lainnya dalam skala besar,” tulis Laporan Chainalysis Global Crypto Adoption Index 2025 dikutip, Selasa (9/9).
Baca Juga: Kazakhstan Siap Bentuk Cadangan Kripto Nasional dan RUU Aset Digital Sebelum 2026
Tercatat antara Juni 2024 dan Juni 2025, USDT memproses lebih dari US$ 1 triliun per bulan dan mencapai puncaknya di US$1,14 triliun pada Januari 2025. Sementara itu, USDC berkisar antara US$ 1,24 triliun hingga US$ 3,29 triliun per bulan, dengan aktivitas yang sangat tinggi pada Oktober 2024.
“Volume ini menyoroti sentralitas Tether dan USDC yang berkelanjutan dalam infrastruktur pasar kripto, terutama untuk pembayaran lintas batas dan aktivitas institusional,” jelas laporan tersebut.
Lebih lanjut, kawasan Asia Pacific (APAC) muncul sebagai kawasan dengan pertumbuhan tercepat untuk aktivitas kripto on-chain, dengan peningkatan nilai transaksi sebesar 69% dari tahun ke tahun.
Total volume transaksi kripto di APAC tumbuh dari US$1,4 triliun menjadi US$2,36 triliun, didorong oleh interaksi yang kuat di pasar-pasar utama seperti India, Vietnam, dan Pakistan.
Di posisi kedua, adopsi kripto di Amerika Latin tumbuh sebesar 63%, mencerminkan peningkatan adopsi di segmen ritel dan institusional. Sebagai perbandingan, adopsi di Afrika Sub-Sahara tumbuh sebesar 52%. Hal itu menunjukkan ketergantungan kawasan ini yang berkelanjutan pada kripto untuk pengiriman uang dan pembayaran sehari-hari.
“Angka-angka ini menggarisbawahi pergeseran momentum kripto yang luas ke arah negara-negara berkembang, di mana utilitas di lapangan semakin mendorong adopsi,” terang Laporan Chainalysis.
Baca Juga: Bitcoin Day! Perayaan di Tengah Mundurnya Mimpi Kripto El Salvador
Selanjutnya: Menanti Izin Penjaminan Emisi, Kiwoom Sekuritas Targetkan Rp 400 Miliar
Menarik Dibaca: SiteMinder: Tarif Kamar Hotel di Lombok dan Bali Meningkat Jelang MotoGP Indonesia
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News