kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Total debt to equity Indonesia Kendaraan Terminal naik seiring penerapan PSAK 73


Selasa, 30 Juni 2020 / 21:21 WIB
Total debt to equity Indonesia Kendaraan Terminal naik seiring penerapan PSAK 73


Reporter: Ika Puspitasari | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dengan adanya penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang baru sejak awal 2020 membawa perubahan pada pencatatan akun keuangan pada Laporan Keuangan PT Indonesia Kendaraan Terminal Tbk (IPCC).

Perubahan tersebut terlihat dari melonjaknya perhitungan Total Debt to Equity IPCC. Jika pada periode triwulan pertama 2019 nilai Total Debt to Equity IPCC senilai 0,08x, dan di akhir 2019 senilai 0,18x maka dengan adanya imbas penerapan aturan tersebut membuat nilai Total Debt to Equity meningkat menjadi 0,79x.

Investor Relations IPCC, Reza Priyambada menerangkan, meningkatnya nilai rasio tersebut seiring adanya pencatatan atas kewajiban sewa jangka panjang terhadap pihak berelasi sejak awal 2020 diberlakukannya peraturan tersebut.

Baca Juga: Pengambilalihan saham bersyarat menjadi tanda proses pembentukan holding RS BUMN

Jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, pencatatan atas akun kewajiban IPCC merupakan kewajiban perseroan yang timbul terkait dengan operasional kinerja perseroan, antara lain utang usaha kepada pihak ketiga maupun pihak berelasi, utang pajak, maupun kewajiban operasional lainnya.

Akan tetapi, sambungnya, dengan diterapkannya PSAK tersebut tercatat atas kewajiban IPCC terhadap aset yang disewa dengan memperhitungkan diskonto berdasarkan suku bunga acuan tertentu sehingga timbul akun Kewajiban Sewa Jangka Panjang pada neraca.

"Dengan demikian, Kewajiban Jangka Panjang yang timbul ialah yang berhubungan operasional IPCC atas penggunaan lahan milik IPC bukan karena adanya penerbitan surat hutang jangka panjang seperti umumnya," jelasnya, Selasa (30/6).

Sebagai informasi, IPCC memiliki perjanjian atas sewa lahan jangka panjang kepada Pihak Berelasi yaitu, kepada Pelabuhan Indonesia II melalui cabang Pelabuhan Tanjung Priok dengan total masa sewa selama 15 tahun. Adapun nilai total pembayaran sewa tersebut ialah senilai Rp 1,31 triliun yang akan dibayarkan setiap 5 tahun.

Baca Juga: Agung Podomoro (APLN) menderita kerugian Rp 325 miliar pada kuartal I 2020

Selain itu, IPCC juga mempunyai perjanjian dengan pihak yang sama terkait Pendayaagunaan Aset di area Eks-PP dengan jangka waktu selama 4 tahun dan Pendayaagunaan Aset di area Eks-Presiden dengan jangka waktu selama 2 tahun dimana keduanya sejak November 2018.

Atas perjanjian tersebut, dengan adanya penyesuaian pencatatan akun sesuai dengan PSAK 73 maka timbul kewajiban sewa jangka panjang IPCC di periode triwulan pertama 2020 senilai Rp 697,70 miliar atau naik 100% dari periode yang sama di tahun sebelumnya, yang mana tidak ada pencatatan atas kewajiban sewa jangka panjang tersebut.

Di sisi lain, total aset turut mengalami peningkatan dengan kenaikan sebanyak 54,80% dari Rp 1,26 triliun pada posisi akhir 2019 menjadi Rp 1,96 triliun pada akhir triwulan pertama 2020.

"Adanya peningkatan ini karena dikontribusi oleh naiknya Total Aset Tidak Lancar sebesar 105,75% menjadi Rp1,31 triliun dari akhir 2019. Sementara itu, Total Aset Tidak Lancar meningkat karena timbulnya pencatatan atas akun Aset Hak Guna senilai Rp 890,22 miliar atau naik 100% dibandingkan akhir tahun lalu," papar Reza.

Baca Juga: Ada corona, tingkat kunjungan ke pusat perbelanjaan Mitra Adiperkasa turun signifikan

Ia menambahkan, adanya nilai pada akun Aset Hak Guna merupakan imbas dari pencatatan atas perjanjian sewa lahan jangka panjang antara IPCC dengan IPC dengan memperhitungkan nilai penyusutan yang terjadi dan adanya nilai discount rate untuk perhitungan diskonto atas sewa lahan jangka panjang tersebut.

Hal ini berdasarkan aturan dalam PSAK 73, dimana korporasi penyewa dalam hal ini ialah IPCC, diharuskan membukukan hampir semua transaksi sewanya, terutama sewa jangka panjang sebagai sewa finansial.

Di akun lain, Beban Dibayar Di Muka pada Aset Tidak Lancar mengalami penurunan yang signifikan sebesar 99,54% menjadi hanya Rp 1,03 miliar dari akhir 2019 sebesar Rp 222,49 miliar karena adanya reklasifikasi ke Aset Guna atas aset sebagaimana dijelaskan di atas terkait dengan diterapkannya perhitungan atas PSAK 73.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×