kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.948.000   47.000   2,47%
  • USD/IDR 16.541   37,00   0,22%
  • IDX 7.538   53,43   0,71%
  • KOMPAS100 1.059   10,21   0,97%
  • LQ45 797   6,35   0,80%
  • ISSI 256   2,43   0,96%
  • IDX30 412   3,30   0,81%
  • IDXHIDIV20 468   1,72   0,37%
  • IDX80 120   1,05   0,88%
  • IDXV30 122   -0,41   -0,34%
  • IDXQ30 131   0,79   0,61%

Tips Berinvestasi Reksadana ala CEO STAR AM Reita Farianti


Sabtu, 23 April 2022 / 13:38 WIB
Tips Berinvestasi Reksadana ala CEO STAR AM Reita Farianti
ILUSTRASI. Chief Executive Officer Surya Timur Alam Raya (STAR Asset Management) Reita Farianti.


Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menjalani karir di industri reksadana pada akhirnya membuat Reita Farianti jatuh hati terhadap instrumen reksadana. Sosok yang kini menjabat sebagai CEO di PT Surya Timur Alam Raya (STAR) Asset Management ini mengaku sudah mengetahui produk reksadana sejak awal tahun 2000-an ketika dirinya bekerja sebagai bankir.

Namun, dia baru benar-benar memiliki produk reksadana pertamanya pada 2004 silam, setelah dirinya berganti pekerjaan dan masuk ke industri pasar modal. Bekerja di salah satu manajer investasi membuatnya lebih mengenal dan tahu seluk beluk soal reksadana. Ia bilang, saat itu industri reksadana masih sangat muda, bahkan masih sedikit masyarakat yang mengetahuinya.

“Reksadana pendapatan tetap ketika itu jadi primadona, karena iming-iming punya imbal hasil yang lebih besar dari deposito. Akhirnya, saya memutuskan untuk membeli juga produk reksadana pendapatan tetap,” kenang Reita ketika dihubungi Kontan.co.id belum lama ini.

Namun, baru setahun menjajal berinvestasi reksadana, Reita langsung dihadapkan dengan krisis mata uang setahun kemudian. Krisis ini memicu inflasi yang sangat tinggi sehingga membuat pemerintah harus menaikkan suku bunga acuan.

Petaka pun dihadapi para pemilik reksadana pendapatan tetap, pasalnya naiknya suku bunga acuan berarti harga obligasi pun terkoreksi. Imbal hasil yang sudah mencapai dua digit langsung lenyap, bahkan berganti merugi double digit. Reita bercerita bahwa terjadi kepanikan yang berujung net redemption besar-besaran.

Baca Juga: Balai Lelang Multinasional Kembali Menggelar Lelang Tas Branded Pekan Depan

Sebagai investor pemula, ia mengaku cukup terkejut dengan kondisi tersebut, namun dirinya justru belajar banyak dari kejadian tersebut. Terlebih lagi, posisi Reita saat itu mengharuskannya untuk bisa menenangkan dan mencari solusi bagi para nasabahnya yang panik.

Oleh sebab itu, ketika terjadi krisis subprime mortgage pada 2008, wanita bergelar magister manajemen keuangan ini justru tidak lagi panik. Bahkan, kondisi ini dinilai sebagai peluang baginya untuk menambah posisi di reksadana saham. Walaupun ia tak memungkiri ada sedikit rasa sakit melihat akumulasi dananya sejak 2005 harus terkoreksi hingga 50% ketika terjadi krisis.

“Tapi kerugiannya kan karena krisis global, bukan karena kinerja emiten yang jeblok, jadi saya yakin akan segera ada pemulihan. Artinya, koreksi besar-besaran saat itu ibarat flash sale, maka saya pun memberanikan diri menambah porsi di reksadana saham,” imbuhnya.

Ternyata keputusan Reita berbuah manis, hanya dalam kurun waktu sekitar satu tahun, Nilai Aktiva Bersih (NAB) reksadananya sudah kembali. Ia pun merasakan cuan besar. Berkat keuntungan tersebut, dia bisa menyekolahkan anak-anaknya di Amerika Serikat. Menurutnya, momen tersebut merupakan yang paling membahagiakan dalam perjalanan investasinya.




TERBARU

[X]
×