Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Farash Farich sadar betul dalam berinvestasi membutuhkan waktu. Jika keuntungan bisa didapatkan dalam waktu singkat, maka itu adalah bonus.
Farash yang kini merupakan CEO Mahaka X dulunya telah lama berkecimpung pada industri pasar modal dan keuangan. Keterampilannya dalam mengolah aset-aset investasi, tidak usah diragukan lagi.
Sebelum berlabuh ke PT Mahaka Media Tbk (ABBA) sejak Juni 2022 yang telah melakukan rebranding menjadi Mahaka X, Farash sempat meniti karir di perusahaan Manajer Investasi (MI) yakni Avrist Asset Management. Lebih jauh lagi, Farash pernah bekerja sebagai analis di Delta Advisory.
Bekal ilmu dalam dunia investasi didapatkan Farash selama menempuh pendidikan di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI).
Baca Juga: Garap Bisnis Konten Kreator, MahakaX Targetkan Pertumbuhan Pendapatan di 2023
Kala itu, Farash menyadari bahwa menyimpan uang di tabungan atau deposito saja tidak cukup, sehingga perlu wadah yang bisa memberikan tingkat pengembalian (return) lebih baik.
Eksekusi dalam berinvestasi baru benar-benar dilakukan Farash saat mulai bekerja. Sekitar tahun 2007, saham menjadi instrumen investasi awal pilihannya karena memang juga belum banyak instrumen investasi yang bisa diandalkan.
Di sisi lain, pekerjaan Farash juga membahas seputar pasar saham saat pernah bekerja di Mandiri Sekuritas.
Pendekatannya dalam melirik suatu saham selalu membidik emiten yang memiliki fundamental kuat, namun dengan valuasi murah. Apabila suatu perusahaan memiliki arus kas (cashflow) yang positif, maka perusahaan tersebut bisa menciptakan apa saja. Hasilnya, Farash mengantongi keuntungan yang lumayan sebagai orang awam yang bermain saham.
Uniknya, keuntungan berinvestasi diperoleh lebih besar saat Farash menempatkan dana di pasar saham luar negeri, salah satu portofolionya ialah Google. Keuntungan yang didapatkan adalah dari waran yang diterbitkan oleh Google dan depresiasi rupiah di sekitar tahun 2010.
Tetapi, Farash menerima hal itu sebagai keberuntungan seorang pemula. Pasalnya, tidak banyak waktu yang dihabiskan Farash untuk menganalisis secara terperinci suatu saham atau memonitori pergerakan sahamnya setiap waktu.
Baca Juga: Mahaka Media (ABBA) Sepakati Perubahan Jajaran Direksi dan Komisaris Baru
Seiring perkembangan instrumen investasi yang kian beragam, alokasi terbesar Farash saat ini adalah untuk Peer to Peer Lending (P2PL).
Instrumen investasi berbasis utang tersebut dinilai cukup terukur dari sisi risiko maupun tingkat pengembaliannya, meskipun P2P Lending tidak begitu dikenal sebagai aset investasi.
Jika dipetakan, portofolio investasi Farash saat ini sebesar 50% dialokasikan untuk P2P Lending. Alokasi untuk investasi saham sebesar 40% dan 10% untuk mengoleksi sedikit aset obligasi.
Dari total portofolio investasi yang didominasi oleh P2P Lending, jadinya tetap untung, walaupun pasar saham dan obligasi tengah mengalami koreksi.
Farash berpandangan bahwa prinsip berinvestasi adalah untuk jangka panjang agar bisa mendapatkan return yang optimal. Karena itu, dana investasi mesti dipilah terlebih dahulu dengan dana operasional sebagai awalan yang baik dalam berinvestasi.
“Investasi itu tidak bisa cepat-cepat untung. Kalau untungnya cepat, maka itu bonus,” imbuhnya kepada Kontan.co.id, Kamis (16/3).
Baca Juga: Saham Komoditas Bukan Portofolio Terbesar di Reksadana Saham Racikan Avrist AM
Menurut Farash, waktu yang tepat untuk masuk ke suatu instrumen seperti saham adalah saat pasar tengah jatuh koreksi. Momentum tersebut bisa dimanfaatkan untuk menyerok saham perusahaan-perusahaan dengan valuasi dan fundamental bagus karena potensi untuk bangkit kembali akan selalu ada.
“Ataupun perusahaan besar yang lagi terdampak masalah dari eksternal, sehingga banyak investor mengurangi kepemilikan. Its good time to buy,” ujar Farash.
Kendati demikian, Farash sangat menganjurkan investor untuk setidaknya melakukan analisis kecil-kecilan terhadap portofolio investasi yang dikelola. Apabila tidak memiliki cukup waktu, maka tidak ada salahnya membayar jasa profesional yang bisa membantu mengelola portofolio investasi.
Bagi milenial, mesti disadari kalau risiko kerugian adalah bagian tidak terpisahkan dalam berinvestasi. Cerita sukses kebanyakan orang berinvestasi dalam waktu singkat adalah bonus, itupun bisa terjadi karena kondisi extraordinary.
Baca Juga: Manajer Investasi Mengurangi Porsi BUKA di Reksadana
Farash tak menampik bahwa dirinya juga sempat mengalami rugi dalam berinvestasi. Namun, berkat strategi dalam mengukur tingkat risiko dan return yang bisa digapai, hal itu meminimalisir kerugian lebih dalam.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News