Reporter: Dityasa H Forddanta, Pratama Guitarra | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Proses pengambilalihan PT Freeport Indonesia (Freeport) sudah menemukan kata mufakat. Pemerintah Indonesia, melalui PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum), bersama Freeport McMoran (FCX), sudah menyepakati harga akuisisi 51% saham senilai US$ 3,85 miliar.
Nilai tersebut terdiri dari dua komposisi. Perinciannya, harga participating interest (PI) 40% milik Rio Tinto sebesar US$ 3,5 miliar dan saham PT Indocopper Investama US$ 350 juta.
Namun, banyak yang mempertanyakan nilai akuisisi tersebut. Salah satunya datang dari eks Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Tito Sulistio.
Menurut Tito, saat 9,36% saham Indocopper dijual kembali ke FCX, nilainya US$ 400 juta. Jadi, harga pembelian 40% saham harusnya paling mahal US$ 1,7 miliar. "Lalu, ini kenapa jadi sekitar US$ 4 miliar?" tanya Tito, Kamis (12/7).
Selain soal dasar perhitungan harga akuisisi, beberapa pihak juga mempertanyakan alasan pemerintah memilih membeli PI, bukan langsung membeli saham.
Berdasarkan perhitungan Kontan.co.id, memang terdapat selisih harga yang njomplang antara harga 40% PI milik Rio Tinto dengan harga 9,36% saham Freeport milik Indocopper. Sederhananya, jika harga pembelian 40% PI Rio Tinto senilai US$ 3,5 miliar, harga valuasi 100% Freeport US$ 8,75 miliar.
Lalu, jika 9,36% saham Indocopper dihargai US$ 350 juta, valuasi 100% Freeport Indonesia seharusnya US$ 3,73 miliar. Jadi, ada selisih sekitar US$ 5 miliar dari dua cara perhitungan tersebut untuk basis 100% saham Freeport.
Bila menilik kontribusi Freeport terhadap FCX, valuasi Freeport Indonesia berkisar 27,10% dari valuasi FCX. Dengan hitungan kapitalisasi pasar FCX saat ini US$ 24,33 miliar, kapitalisasi Freeport menjadi sekitar US$ 6,59 miliar. Dus, 51% saham setara US$ 3,36 miliar.
Hitungan beda
Head of Corporate Communications Inalum Rendi A Witular mengatakan, ada cara penghitungan yang berbeda antara PI Rio Tinto dengan saham Indocopper. Menurut dia, menghitung PI tidak bisa disetarakan sebagai saham.
Terlebih lagi, merujuk kesepakatan dalam perjanjian antara Freeport dan Rio Tinto, Rio Tinto baru bisa mengubah participating interest menjadi saham di tahun 2022. "Jadi hitungannya 40% saja, tidak bisa ditarik 100%, karena ini PI. Kenapa lebih besar, ya, karena perhitungannya adalah proyeksi cash flow dari produksi sampai 2041. Itu yang dihitung," jelas Rendi kepada Kontan.co.id, Jumat (13/7).
Analis Kresna Sekuritas Robertus Yanuar Hardy mengamini hal tersebut. Ia menilai, penilaian PI untuk proyek tambang memang punya hitungan sendiri. Apalagi, tambang Freeport memiliki cadangan sumber daya yang besar. "Makin sering juara, makin mahal harganya," kata Robertus.
Dia menjelaskan, dengan klausul PI bisa dikonversi menjadi 40% saham Freeport, plus potensi cashflow dari produksi 2041, "Pembelian ini sejatinya lebih murah ketimbang langsung membeli saham Freeport," kata dia.
Tapi Pengamat Hukum Sumber Daya Universitas Tarumanegara, Ahmad Redi mengingatkan, jika sudah memiliki saham 51% Freeport, Inalum akan menanggung semua kewajiban Freeport. "Semua kewajiban yang saat ini belum dilaksanakan Freeport jadi beban pemegang saham," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News