Reporter: Ahmad Febrian, Akmalal Hamdhi, Yuliana Hema | Editor: Ahmad Febrian
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Setelah serangan balik Israel ke Iran, hampir seluruh bursa saham di Asia rontok ke zona merah, termasuk Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). IHSG kemarin tutup dengan penurunan 1,11% ke 7.087,82.
Di tengah kepanikan tersebut, credit default swap (CDS) Indonesia 5 tahun per 18 April 2024 sebesar 76,4 basis poin (bps). Turun dibandingkan 12 April 2024 sebesar 77,24 bps. Namun data-data lain mengkhawatirkan.
Kurs rupiah misalnya. Berdasarkan data Jisdor Bank Indonesia, Jumat (19/4), rupiah ditutup Rp 16.280 per dolar Amerika Serikat (AS). Turun 0,63% dibandingkan sehari sebelumnya. Kurs ini mendekati rekor terparah kurs rupiah sepanjang sejarah saat terjadi krisis moneter (krismon) di pemerintahan Presiden Soeharto, tepatnya 17 Juni 1998. Saat itu, rupiah tembus Rp16.800 per dolar AS.
Masih dikutip dari situs Bank Indonesia (BI), berdasarkan data transaksi 16 – 18 April 2024, asing tercatat jual neto (net sell) sebesar Rp 21,46 triliun. Rinciannya. net sell Rp 9,79 triliun di pasar Surat Berharga Negara (SBN), jual neto Rp 3,67 triliun di pasar saham, dan jual neto Rp 8 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
Sepanjang tahun 2024 sampai 18 April 2024, asing net sell alias jual neto sekitar Rp 38,66 triliun di pasar SBN. Mereka net buy (beli neto) Rp 15,12 triliun di pasar saham dan beli neto Rp12,90 triliun di SRBI.
Senior Economist KB Valbury Sekuritas Fikri C. Permana memprediksi, nilai tukar rupiah diproyeksi masih akan terjerembab lebih dalam. Selain efek ketegangan politik di Timur Tengah dan tingginya suku bunga secara global, rupiah semakin terbebani tren keluarnya dana asing dari pasar modal Indonesia.
Baca Juga: Kurs Rupiah Loyo Dalam Sepekan, Ini Penyebabnya
Dolar AS dan US Treasury dianggap sebagai pelarian utama dari efek kecamuk di Timur Tengah. Ditambah lagi potensi penundaan pemangkasan suku bunga The Fed. Sehingga, investor mengutamakan keamanan daripada keuntungan (risk averse). "Hampir semua negara mengalami tekanan yang sama seperti rupiah. Jadi saya lihat masih wajar tekanan rupiah saat ini," kata Fikri, Kamis (18/4).
Dalam jangka pendek, rupiah masih akan berada dalam rentang Rp 15.800-Rp 16.400 per dolar AS. Rupiah bisa lebih rendah lagi apabila perang geopolitik berkepanjangan, tidak ada pemangkasan bunga Fed. Skenario terburuk, rupiah bisa terperosok ke Rp 16.200-Rp 16.700 per dolar AS di semester I-2024 dan kemungkinan di area Rp 16.400-Rp 17.000 di akhir tahun ini.
Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Adityo Nugroho mengatakan, di tengah situasi yang penuh ketidakpastian ini, investor mencari instrumen safe haven seperti emas dan dolar AS.. "Pelaku pasar juga bisa mencari peluang memilah saham-saham dengan fundamental baik, sambil menanti saat yang tepat untuk kembali masuk ke ekuitas," kata Adityo, Jumat (19/4).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News