kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.095   -25,00   -0,16%
  • IDX 7.108   -49,86   -0,70%
  • KOMPAS100 1.064   -9,05   -0,84%
  • LQ45 834   -8,40   -1,00%
  • ISSI 216   -2,01   -0,92%
  • IDX30 426   -3,80   -0,88%
  • IDXHIDIV20 514   -4,38   -0,84%
  • IDX80 121   -1,10   -0,90%
  • IDXV30 127   -0,23   -0,18%
  • IDXQ30 142   -1,29   -0,90%

The Fed Kerek Suku Bunga Acuan 25 Bps, Ini Dampaknya Bagi Pasar Obligasi


Kamis, 27 Juli 2023 / 16:01 WIB
The Fed Kerek Suku Bunga Acuan 25 Bps, Ini Dampaknya Bagi Pasar Obligasi
ILUSTRASI. pasar obligasi dalam negeri diproyeksi terus pulih


Reporter: Nur Qolbi | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Langkah Federal Reserve (The Fed) menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis points (bps) pada pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) Juli 2023 tidak terlalu berpengaruh signifikan bagi pasar obligasi.

Pasalnya, pelaku pasar sudah memperkirakan kenaikan suku bunga acuan The Fed sebanyak dua kali pada semester II-2023. Kenaikan selanjutnya diperkirakan terjadi pada pertemuan September mendatang, dengan kenaikan 25 bps.

Sejalan dengan potensi berlanjutnya kenaikan suku bunga acuan The Fed, Head of Research and Market Information Department PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI) Roby Rushandie melihat, valuasi pasar obligasi berpotensi melanjutkan fase pemulihan hingga akhir tahun 2023.

Head of Research and Market Information Department PHEI, Roby Rushandie.

"Hal ini didorong oleh terjaganya kondisi makro domestik dan adanya ekspektasi puncak siklus kenaikan suku bunga global dan dalam negeri. Namun, volatilitas diperkirakan masih membayangi pasar," tutur Roby di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis (27/7).

Potensi berlanjutnya fase pemulihan ini juga didukung oleh beberapa faktor. Mulai dari inflasi dalam negeri yang mengarah ke rentang sasaran 2%-4%, terkendalinya nilai tukar rupiah di bawah Rp 15.100 per dolar Amerika Serikat, defisit fiskal yang lebih rendah, rating kredit Indonesia yang terjaga di BBB, dan stabilnya pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Baca Juga: Reksadana Pasar Uang Masih Jadi Instrumen Favorit untuk Investasi Jangka Pendek

Hal-hal ini juga yang menjadi penyebab permintaan terhadap Surat Utang Negara (SUN) masih cukup baik, terutama oleh investor asing.

Di sisi lain, ada beberapa faktor ketidakpastian yang akan memengaruhi tingkat yield obligasi Indonesia. Sebut saja perlambatan ekonomi China dan negara-negara maju, potensi persistennya tingkat inflasi negara-negara maju, arah kebijakan The Fed, sikap wait and see investor terhadap perkembangan geopolitik, dan pemilihan umum 2024.

Roby memprediksi, yield obligasi Indonesia berpotensi melanjutkan penurunan namun cenderung terbatas. Yield obligasi pemerintah tenor 10 tahun per Juni 2023 berada di sekitar 6,5%.

"Saya tidak bisa memberikan prediksi angka secara pasti. Ada peluang untuk turun tapi tidak banyak dari kisaran ini karena stimulus moneter yang terbatas, sebab Bank Indonesia kemungkinan masih akan menahan suku bunganya di level 5,75%" ungkap Roby.

Bank Indonesia dan bank-bank sentral negara maju lainnya diperkirakan baru akan menurunkan suku bunga acuannya di tahun depan, terutama di kuartal IV-2024. Perbankan juga berpotensi melanjutkan aksi jualnya di pasar obligasi karena membutuhkan dana akibat likuiditas yang ketat.

Di sisi lain, investor asing berpotensi melanjutkan net buy meski tidak terlalu besar karena berbagai faktor pendukungnya sudah priced-in. Sejak awal tahun hingga Juni 2023, investor asing mencatatkan net buy sebesar Rp 84,7 triliun.

Baca Juga: Prospek Kinerja Reksadana Pasar Uang Saat Bunga Stabil

Menurut Roby, investor asing masih akan tertarik masuk ke pasar surat berharga negara (SBN) Indonesia selama kurs rupiah masih terjaga di Rp 15.100 per dolar AS.

Mengingat, sikap Bank Indonesia yang mempertahankan suku bunga acuannya di tengah kenaikan lanjutan suku bunga The Fed membuat spread suku bunga Indonesia dan AS menjadi semakin tipis. Inflasi Indonesia yang terjaga juga membuat pasar obligasi Indonesia cukup atraktif di mata investor asing.

Melihat faktor-faktor tersebut, Roby menilai, saat ini merupakan waktu yang cukup baik untuk membeli obligasi, baik bagi investor institusi maupun ritel. Pasalnya, penurunan suku bunga acuan yang pada akhirnya akan mengerek harga obligasi baru akan terjadi pada tahun 2024.

Investor asing mulai net buy di obligasi, khususnya obligasi pemerintah tenor menengah dan panjang karena mereka ingin memanfaatkan momentum dari sisi durasi. "Ekspektasi penurunan suku bunga membuat obligasi tenor panang diburu karena ketika nanti suku bunga turun, kenaikan harga obligasi tenor panjang akan lebih tinggi dari tenor-tenor lain," ucap Roby.

Menurutnya, obligasi pemerintah lebih minim risiko dibanding obligasi korporasi yang punya potensi default lebih tinggi. Bagi investor yang tertarik membeli oblogasi korproasi, maka dapat memilih obligasi dengan peringkat yang bagus serta tenor pendek hingga menengah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×