Reporter: Chindy Puri | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah saham di BEI mencetak price to earning ratio (PER) di atas 100 kali. PER adalah indikator untuk melihat harga saham termasuk murah, wajar, atau mahal. Semakin besar PER, maka saham tersebut kian mahal.
Tapi untuk menentukan mahal atau tidaknya sebuah saham, perlu juga memperhatikan saham lain di sektor dan kelas yang sama. Per 11 Oktober 2017, tercatat 26 saham memiliki PER di atas 100 kali. Yang tertinggi, saham Grand Kartech (KRAH) 4.450 kali. "Faktor yang mempengaruhi PER tinggi yaitu harga saham yang terlalu tinggi, padahal laba per saham atau earning per share (EPS) rendah," kata analis Binaartha Sekuritas, Nafan Aji.
Dari sektor semen, saham Semen Baturaja (SMBR) mencatat PER mencapai 132,51 kali. Sementara rata-rata emiten semen, sahamnya masih 25 kali laba bersih. Di sektor telekomunikasi, XL Axiata (EXCL) punya PER 133,93 kali, dibandingkan rata-rata emiten sektor tersebut yang hanya 20 kali.
Begitupun Indika Energy (INDY) dengan PER 133,94 kali, di atas rata-rata PER emiten sub sektor konstruksi non bangunan yang hanya 20 kali. Di sektor healthcare, Siloam International Hospitals (SILO) mencatatkan PER 256,33 kali. Posisi ini jauh lebih tinggi ketimbang Mitra Keluarga Karyasehat (MIKA) yang tercatat 43 kali.
Dari sisi fundamental saham itu sudah overvalued. "Namun, dari sisi teknikal, belum tentu saham tersebut overvalued, karena perspektif teknikal lebih menekankan pada penentuan arah tren dan pergerakan harga saham," papar Nafan. Binaartha Sekuritas merekomendasikan trading jangka pendek saham KRAH dengan range Rp 2.670-Rp 2.760.
Begitupun saham SMBR dan SILO, mendapat rekomendasi trading jangka pendek. Pada indikator RSI, SMBR terlihat pola bullish hammer candle yang mengindikasikan buy dengan target harga Rp 3.000.
Sementara, SILO memasuki fase akumulasi yang membentuk pola golden cross dan bergerak ke atas. Nafan menyarankan beli SILO di kisaran harga Rp 10.150–Rp 10.750. Nafan melihat, EXCL masih downtrend dan INDY uptrend, sehingga ia menyarankan investor wait and see di kedua saham ini.
Analis OSO Sekuritas Riska Afriani menyebut, lima besar saham pencetak PER tinggi adalah saham lapis ketiga. Saham di lapis ini memiliki volatilitas cukup tinggi. Biasanya saham lapis ketiga mampu bertumbuh 15%-30%, begitu pula risiko penurunannya.
Menyinggung KRAH, Riska melihat, emiten ini menunjukkan kinerja lumayan. Pada 2015, bottom line emiten ini berakhir negatif, tapi harga sahamnya masih tinggi. Tahun lalu emiten ini meraih laba.
Harga KRAH naik sejak 2014 di Rp 440. Pada 2015 tumbuh signifikan ke Rp 2.000 hingga kini harganya Rp 2.720. Dilihat dari PER, harga saham ini sudah overvalued. "Normalnya, industri enggak sebesar itu (PER KRAH). Jadi, ini pasti kenaikan karena kinerja KRAH yang cukup baik," imbuh Riska.
Namun dia menilai, investor cenderung tak suka saham dengan PER tinggi, apalagi kapitalisasi pasarnya rendah. KRAH memiliki kapitalisasi pasar rendah, yakni Rp 2,64 triliun.
Di antara saham dengan EPS tinggi, Riska merekomendasikan INDY. Hal ini mengingat INDY akan mengakuisisi PT Kideco Jaya Agung.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News