Reporter: Nur Qolbi | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah berencana menaikkan tarif cukai hasil tembakau di atas 10% atau double digit pada tahun 2020. Ini sejalan dengan kesepakatan pemerintah dan Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI yang menaikkan target penerimaan cukai menjadi Rp 180,53 triliun atau tumbuh 9% secara tahunan.
Analis RHB Sekuritas Michael Wilson Setjoadi memprediksi, kenaikan tarif cukai rokok tahun depan hanya akan berkisar 10%-12%. Menurut dia, kenaikan ini masih di batas normal sehingga masih positif untuk industri rokok.
Analis Samuel Sekuritas Yosua Zisokhi menambahkan, sejak 2010, setiap ada kenaikan tarif cukai rokok, pendapatan emiten rokok tetap tumbuh dan margin keuntungan relatif terjaga.
Baca Juga: Rencana pemerintah naikkan cukai rokok dinilai akan hancurkan petani tembakau
“Hal ini dikarenakan emiten cenderung menaikkan harga rokoknya secara bertahap,” kata dia saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (4/9).
Menurut dia, emiten rokok juga akan mengerek harga jualnya jika tarif cukai jadi naik. Ia memprediksi, kenaikan average selling price (ASP) rokok tahun depan akan sedikit lebih rendah dibanding kenaikan tarif cukai rokok, dengan catatan harga bahan baku tidak fluktuatif.
Sementara itu, Michael memprediksi, pemain rokok akan menaikkan ASP dalam kisaran 6%-8%.
Meskipun harga jual bakal naik, Yosua melihat emiten rokok akan tetap dapat menjaga kinerjanya. Pasalnya, perubahan harga tidak terlalu mempengaruhi jumlah produk yang diminta oleh pasar alias bersifat inelastis. Dengan begitu, volume penjualan rokok juga akan tetap terjaga.
Kalaupun emiten rokok menaikkan harga jual produknya, menurut Yosua, pengguna rokok yang keberatan dengan kenaikan harga tersebut akan beralih ke jenis rokok dengan harga yang lebih murah.
Nah, emiten rokok dengan kapitalisasi pasar besar seperti, PT Gudang Garam Tbk (GGRM) dan PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk (HMSP) sudah memiliki varian produk, baik yang menyasar kalangan atas maupun kalangan bawah.
“Dengan kata lain, pemain besar ini tidak akan terkena dampak yang signifikan,” ucap dia.
Baca Juga: Kemkeu: Tarif cukai rokok akan disesuaikan
Sebaliknya, isu lain yang perlu dipertimbangkan adalah adanya kemungkinan penerapan penggunaan bungkus rokok polos seperti yang belum lama ini diterapkan di Thailand dan Singapura.
Jika diterapkan, menurut Yosua, aturan ini akan menjadi sentimen negatif bagi emiten rokok besar yang sudah mempunyai branding image yang solid pada merek rokoknya.
Terkait dengan dampak kenaikan tarif cukai rokok terhadap saham emiten rokok, ia melihat dampaknya akan minimal.
Pasalnya, menurut dia, reaksi pasar atas pemberitaan kenaikan tarif cukai dalam beberapa hari ke belakang ini sudah over-reactive. "Dengan begitu, jika sudah ditetapkan besaran kenaikannya, pengaruh negatifnya akan minimal," ucap dia.
Ia melihat prospek saham rokok masih akan bertumbuh. Oleh karena itu, ia merekomendasikan investor untuk buy saham GGRM dengan target harga jangka panjang Rp 90.100 dan saham HMSP dengan target harga Rp 3.850 per saham.
Alasannya, kedua perusahaan ini cukup matang dengan permintaan rokok yang relatif stabil. Di samping itu, penetrasi rokok elektrik juga belum bisa menggantikan rokok konvensional meski sudah mulai beredar sejak 2011.
"Jika tarif cukai rokok akhirnya dinaikkan, kami masih merasa kenaikan daya beli masyarakat masih bisa untuk mengonversi kenaikan dari harganya sehingga margin keuntungan pada produsen rokok relatif stabil," ungkap Yosua.
Baca Juga: Penerimaan cukai dipatok tumbuh 9%, tarif cukai rokok pasti naik dobel digit
Michael juga merekomendasikan buy kedua saham ini dengan target harga jangka panjang GGRM Rp 100.000 dan HMSP Rp 3.500. "Kedua saham tersebut valuasinya sudah murah pada saat ini," kata dia.
Memang saham, berdasarkan data RTI, per perdagangan Rabu (4/9), harga sahan GGRM sudah turun 18,57% secara year to date (ytd) menjadi Rp 68.100 per saham dengan price earning ratio (PER) 15,30x. Sementara itu, saham HMSP sudah turun 28,03% ytd menjadi Rp 2.670 dengan PER 23.02x.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News