Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sesuai prediksi, kinerja emiten batubara kompak merosot. Situasi itu tergambar dari sederet emiten yang telah merilis kinerja tahunan 2023. Meski layu pada tahun lalu, tapi emiten batubara punya ruang untuk kembali tumbuh pada tahun ini.
Ekspektasi itu datang dari keyakinan para emiten batubara yang cukup agresif mengerek volume produksi dan penjualan. Sejumlah emiten batubara berskala jumbo juga mendongkrak alokasi belanja modal atau capital expenditure (capex) untuk menopang bisnis inti sembari menggenjot ekspansi.
Tengok saja PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) yang membidik produksi sebanyak 19,5 juta ton - 20,2 juta ton batubara pada tahun ini. Melonjak dibandingkan volume produksi batubara ITMG tahun lalu yang berjumlah 16,9 juta ton.
ITMG juga mengejar kenaikan volume penjualan batubara dari 20,9 juta ton pada 2023, menjadi 24,9 juta ton - 25,6 juta ton pada tahun ini. Selain itu, ITMG menambah alokasi capex menjadi US$ 96,5 juta. Naik cukup signifikan dibandingkan realisasi capex ITMG tahun lalu sebesar US$ 45,1 juta.
Baca Juga: Transcoal Pacific (TCPI) Raih Kontrak Jasa Tongkang Rp 15 Miliar
Selanjutnya, ada PT Bayan Resources Tbk (BYAN) yang mengincar volume produksi batubara pada rentang 55 juta ton - 57 juta ton. Target volume penjualan batubara pada tahun ini juga terjaga pada level tersebut.
Target itu lebih tinggi ketimbang produksi batubara pada 2023 sebanyak 49,7 juta ton dan volume penjualan sebesar 47,2 juta ton. Emiten milik taipan Low Tuck Kwong ini juga mengerek anggaran capex dari realisasi US$ 219,9 juta pada 2023 menjadi US$ 230 juta - US$ 260 juta pada tahun ini.
Emiten batubara jumbo lain yang telah merilis panduan untuk tahun ini adalah PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO), yang membidik volume penjualan sebesar 65 juta - 67 juta ton. Terdiri dari 61 juta - 62 juta ton batubara termal, dan 4,9 juta - 5,4 juta ton batubara metalurgi melalui PT Adaro Minerals Indonesia Tbk (ADMR).
Sebagai perbandingan, volume penjualan batubara Grup Adaro pada tahun lalu sebesar 65,71 juta ton. Emiten milik konglomerat Garibaldi "Boy" Thohir turut mengerek anggaran capex tahun ini menjadi US$ 600 juta - US$ 700 juta, berbanding realisasi US$ 648 juta pada 2023.
Head of Corporate Communication ADRO Febriati Nadira menyampaikan alokasi capex tahun ini akan digunakan untuk investasi pada alat berat dan tongkang, infrastruktur PT Maruwai Coal, serta pembangunan smelter aluminium dan fasilitas pendukungnya. "Kebutuhan untuk capex dapat dipenuhi secara internal karena Adaro memiliki neraca dan posisi kas yang kuat," kata Nadira kepada Kontan.co.id, Rabu (6/3).
Baca Juga: Sektor Batubara Jadi Unggulan Lo Kheng Hong Tahun 2024, Saham Apa yang Prospek Cerah?
PT Bumi Resources Tbk (BUMI) juga mengambil ancang-ancang untuk mendongkrak produksi. Director & Corporate Secretary BUMI Dileep Srivastava mengungkapkan volume produksi batubara tahun ini diproyeksikan antara 80 juta - 82 juta ton. Meningkat dibandingkan realisasi tahun lalu yang diestimasikan sekitar 78 juta ton.
Sementara untuk anggaran capex BUMI terjaga pada level US$ 80 juta - US$ 100 juta. "Namun jika harga batubara naik, kami dapat mempertimbangkan lebih banyak belanja modal untuk eksplorasi," ujar Dileep.
Faktor Harga & Rekomendasi Saham
Founder Stocknow.id Hendra Wardana mengamati penurunan kinerja emiten batubara pada tahun 2023 sesuai ekspektasi pasar. Penyebabnya adalah merosotnya tren harga batubara global, yang memangkas harga jual rata-rata atau Average Selling Price (ASP) para emiten.
"Penurunan laba disebabkan penjualan pada skala ekspor masih tertekan karena harga batubara turun. Tetapi dari segi permintaan masih kuat, sehingga hanya butuh waktu bagi emiten batubara untuk recovery dalam menghadapi volatilitas komoditas," kata Hendra kepada Kontan.co.id, Rabu (6/3).
Hendra pun melihat ruang pertumbuhan kinerja bagi emiten batubara terbuka pada tahun ini, meski dengan level kenaikan yang tidak sesignifikan tahun 2022 lalu. Di samping potensi tingginya permintaan dari China, India dan Hongkong, harga batubara di awal tahun ini juga relatif tinggi pada area US$ 120 - US$ 130 per ton.
Hendra memproyeksikan harga batubara bisa melaju ke level US$ 150 per ton. "Katalis positif seperti ini tentu bisa mendorong emiten-emiten batubara untuk bertumbuh di tahun 2024," imbuhnya.
Baca Juga: Sektor Batubara Jadi Unggulan Lo Kheng Hong Tahun 2024, Saham Apa yang Prospek Cerah?
Analis NH Korindo Sekuritas Indonesia Axell Ebenhaezer turut melihat peluang bagi emiten batubara untuk mendongkrak kinerja pada tahun ini, setidaknya dari sisi pendapatan. Sebab, untuk capaian laba bersih akan tergantung dari masing-masing emiten yang mengontrol biaya maupun beban operasionalnya.
Axell juga menyoroti strategi para emiten batubara dalam menggelar ekspansi dan menjaga keberlanjutan usahanya. Hal ini tampak dari alokasi capex yang juga ditujukan untuk diversifikasi ke bisnis energi terbarukan (green energy) dan merambah komoditas mineral seperti nikel.
Meski begitu, Axell mengingatkan agar pelaku pasar tetap selektif jika ingin mengoleksi saham batubara. Sementara ini, Axell lebih menyarankan untuk hold terlebih dulu ketimbang mengambil posisi beli. Axell menyarankan hold untuk saham ITMG.
Sedangkan Hendra menilai musim pembagian dividen bakal menjadi sentimen positif bagi saham batubara, khususnya yang menebar dividen jumbo. Hendra pun menyematkan rekomendasi buy untuk saham PT Bukit Asam Tbk (PTBA) dengan target harga di Rp 3.070 dan stoploss pada Rp 2.610.
Hendra juga merekomendasikan buy saham ITMG (target harga Rp 29.600 dan stoploss Rp 26.400). Kemudian buy ADRO (target harga Rp 2.970 dan stoploss di Rp 2.600). Saham emiten terkait batubara, PT United Tractors Tbk (UNTR) juga layak koleksi dengan target harga Rp 26.800 dan stoploss di Rp 23.500.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News