Reporter: Harris Hadinata | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - DUBAI. Di saat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menembus 6.000 dan mencetak rekor tertinggi baru pekan lalu, banyak investor girang. Bahkan, banyak pelaku pasar membuat meme ucapan selamat IHSG tembus 6.000.
Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Tito Sulistio mengatakan, tahun ini BEI memang mencetak banyak rekor. Selain nilai IHSG menembus 6.000 untuk pertama kali, kapitalisasi pasar bursa juga menembus Rp 6.600 triliun. "Rata-rata nilai transaksi harian juga pertama kalinya mencapai Rp 7,27 triliun," kata Tito di Dubai, Minggu (29/10).
BEI juga menargetkan jumlah emiten baru yang melepas sahamnya di bursa tahun ini akan bertambah enam lagi. Dus, bila semua berjalan lancar, jumlah emiten yang listing tahun ini akan mencapai 34 emiten.
Tito meyakini bursa saham masih berpeluang tumbuh pesat. "Dalam tiga sampai enam bulan ke depan kami menargetkan kapitalisasi pasar mencapai Rp 7.000 triliun," tegas dia.
Ada beberapa alasan yang mendasari optimisme tersebut. Pertama, potensi imbal hasil dari IHSG masih menarik. Tito mencontohkan, ada 26 emiten yang bisa menghasilkan rata-rata return 40% setahun dalam sepuluh tahun terakhir. "MYOR itu return-nya bisa 40% setahun," kata dia.
Kedua, sampai saat ini IHSG masih tercatat sebagai penghasil return terbesar di dunia untuk investasi jangka panjang. Dalam periode 2006-2016, IHSG menghasilkan return absolut 227,60%.
Bandingkan dengan Filipina yang mencatat return absolut 179,60%. Saham-saham Nasdaq di Amerika Serikat (AS) juga cuma mencetak return 172,42% di periode tersebut. Sementara bursa Thailand mencetak return 148,91%.
Ketiga, indikator ekonomi Indonesia terus membaik. Cadangan devisa mencapai rekor, inflasi stabil dan ekonomi masih tumbuh. Faktor-faktor ini membantu emiten tumbuh dan menghasilkan keuntungan. Ini antara lain terlihat dari membaiknya kinerja perbankan.
Keempat, dibandingkan bursa saham di ASEAN, Indonesia masih tertinggal. Ambil contoh, rata-rata nilai transaksi harian di Thailand per September lalu mencapai US$ 1,30 miliar. Di Malaysia nilainya US$ 571 juta. Sedang Indonesia masih US$ 538 juta.
Rata-rata harga saham yang diperdagangkan di Indonesia juga cuma sekitar Rp 600 per saham atau setara US$ 0,05 per saham. Sementara di Thailand, rata-rata harga saham yang diperdagangkan sudah mencapai Rp 2.000 atau setara US$ 0,15 per saham.
Padahal dari sisi initial public offering, bursa saham Indonesia mencatatkan emiten paling banyak. Per September, ada 26 emiten yang IPO di BEI.
Bandingkan dengan Thailand yang cuma 19 emiten. Lalu di Malaysia ada 10 emiten.
Tapi nilai emisi IPO Indonesia masih kalah. Nilai emisi IPO Thailand per September tahun ini US$ 1,32 miliar. Malaysia bahkan mencapai US$ 1,71 miliar. Sementara di Indonesia cuma US$ 0,32 miliar.
Kelima, ada banyak calon emiten potensial di Indonesia. Misalnya, ada 52 perusahaan berbasis sumber daya alam yang listing di luar negeri tapi belum tercatat di Indonesia. Selain itu, BEI juga mulai menjajaki IPO perusahaan rintisan.
Keenam, potensi permintaan saham masih besar. Basis investor terus bertambah, baik dari dana pensiun, asuransi, manajer investasi, hingga peserta amnesti pajak dan investor individu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News