kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Tak digubris OJK, Forsa kirim surat terbuka ke Jokowi minta penuntasan kasus AISA


Rabu, 17 Juli 2019 / 18:33 WIB
Tak digubris OJK, Forsa kirim surat terbuka ke Jokowi minta penuntasan kasus AISA


Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Hampir setahun carut marut kasus dugaan penipuan dan pencucian uang oleh mantan direktur PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA) bergulir. Forum Investor Retail AISA (Forsa) merasa dirugikan sampai mengirim surat terbuka ke Presiden Joko Widodo.

“Bapak Presiden yang kami hormati, kami dari Forsa yang lahir pada Agustus 2018 akibat terjadinya perasaan senasib atas penzaliman investasi di Pasar Modal,” tulis ketua
Forsa Deni Alfianto Amris dalam surat yang dikirim pada tanggal 16 Juli 2019.

Deni menyatakan, saat ini ada 16.000 investor retail, empat investor institusi serta 5.000 karyawan di AISA yang mengharapkan kepastian penyelesaian agar kisruh ini diselesaikan segera dan transparan. Deni mengakui segenap investor retail kecewa dengan kelalaian dari penyelenggara pasar modal karena segala aturan yang ada tidak bisa mencegah masalah yang terjadi.

Investor ritel mengeluh investasinya AISA memberikan ketidakpastian hukum bagi pemodal minoritas. Pasalnya, saham AISA disuspensi akibat gagal bayar obligasi perusahaan yang kala itu dipimpin oleh Joko Mogoginta sebagai presiden direktur dan Budhi Istanto sebagai direktur.

Dalam surat terbukanya, Deni menceritakan riwayat kasusnya secara gamblang. Bermula dari laporan keuangan audited 2017 yang disajikan kepada publik yang diaudit oleh Kantor Akuntan Publik Amir Abdai Jusuf, Aryanto, Mawar & Rekan terkesan tidak ada masalah dari sisi kas perusahaan. Dengan posisi aset yang tercatat sebesar Rp 8,7 triliun AISA gagal bayar (default) bunga obligasi yang hanya puluhan miliar rupiah.

Namun, titik terang muncul setelah audit investigasi yang dilakukan Ernst & Young Indonesia menunjukkan adanya indikasi penggelembungan laporan keuangan sebesar Rp 4 triliun rupiah. Dana sebesar Rp 1,78 triliun dipindahkan kepada perusahaan yang terafiliasi dengan Joko Mogoginta dan Budhi Istanto.

Forsa mempertanyakan apa yang selama ini dilakukan Kepolisan, OJK, Bursa Efek Indonesia, Ikatan Akuntan Publik Indonesia, DPR, PPATK, dan semua birokrasi negeri ini sehingga pemalsuan laporan keuangan dan penggelapan uang bisa terjadi.

Awalnya investor bergembira membaca berita pada tanggal 12 Juli 2019 bahwa Joko dan Budhi ditentukan sebagai tersangka dan ditahan oleh pihak kepolisian. Namun, tiga hari kemudian dua mantan bos AISA ini malah diberi penangguhan penahanan sehingga bisa keluar dari penjara.

“Uang yang kami investasikan di AISA sangat berarti bagi kami. Uang tersebut merupakan hasil tabungan yang kami kumpulkan dengan susah payah dengan tujuan hasil dari investasi dapat berguna untuk menikah, membiayai anak-anak bersekolah, serta masa pensiun,” keluhnya.

Deni menceritakan ada salah satu investor Bali yang berprofesi sebagai pedagang sate mengalami sakit karena mengalami tekanan psikis karena tabungannya sebesar Rp 500 juta yang dikumpulkan puluhan tahun tidak ada kepastian dan tidak diperbolehkan melihat portofolionya.

Melalui surat ini, Forsa memohon kepada Presiden Jokowi untuk membantu memberikan keadilan dan kepastian hukum investasi untuk invetor minoritas agar semua uang yang diambil oleh manajemen lama dapat dikembalikan.

Deni menambahkan, seharusnya OJK dapat berlaku tegas karena mempunyai senjata POJK nomor 22 tentang Penyidikan Tindak Pidana. OJK dapat menerjunkan penyidiknya terkait persoalan dugaan manipulasi, penggelapan, dan penggelembungan transaksi di pasar modal sudah sangat terang benderang. Deni menyatakan investor tidak merasakan tindakan aktif dari otoritas bursa.

"Kami berharap, Bapak dapat memerintahkan penegak hukum di Indonesia untuk menahan kembali Joko Mogoginta beserta Budhi Istanto supaya tidak terjadi penghilangan barang bukti ataupun kabur ke luar negeri untuk menghindari kasus hukum yang menimpa mereka," tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×