kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Tahun berat bagi penghuni bursa


Selasa, 09 Desember 2014 / 07:45 WIB
Tahun berat bagi penghuni bursa
ILUSTRASI. Inilah Manfaat Olahraga Pagi Hari untuk Kesehatan, Bisa Hindari Obesitas. China Daily via REUTERS


Reporter: Narita Indrastiti | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA. Menjelang akhir tahun sepertinya menjadi masa terberat bagi emiten pendatang baru di Bursa Efek Indonesia. Laju pasar saham yang tak menentu menjadi biang kerok para penghuni baru tersebut tak mampu meraup dana maksimal dari aksi initial public offering (IPO).

Contohnya PT Blue Bird Tbk (BIRD). Dari IPO belum lama ini, operator taksi tersebut hanya bisa meraup dana Rp 2,45 triliun. Padahal, semula BIRD membidik Rp 3,82 triliun-Rp 4,94 triliun.

Demikian pula PT Soechi Lines Tbk (SOCI). Emiten pelayaran ini hanya meraup dana IPO sekitar Rp 582,45 miliar dari target maksimal Rp 2 triliun. Agar agenda ekspansi terjaga, SOCI harus mencari pinjaman baru  antara US$ 50 juta-US$ 60 juta. 

Dua fakta ini menjadi warning bagi PT Impack Pratama Industri, yang segera go public dalam waktu dekat. Perusahaan ini menawarkan harga antara Rp 3.200-Rp 3.900 per saham. Di prospektus awal, saham yang akan dijual 40%, meliputi 10% saham baru dan 30% saham divestasi.

Fery Budiman Tanja, Direktur Utama Ciptadana Securities, yang menjadi penjamin emisi IPO Impack bilang, harga IPO ditetapkan di batas atas Rp 3.800 per saham.  Tapi jumlah saham yang dijual mungkin tidak 40%. "Itu jumlah maksimal, jadi bisa kurang," ujar dia, Senin (8/12).

Kepala Riset Universal Broker Indonesia Satrio Utomo menilai, suku bunga tinggi biasanya menekan valuasi ekonomi. Ini menyebabkan harga saham IPO terasa mahal. "Investor tak tertarik membeli. Daya serap menjadi sedikit dan akhirnya emiten menurunkan target," kata dia, kemarin.

Reza Nugraha, analis MNC Securities, mengatakan, sejak semester kedua tahun ini, pasar kekurangan likuiditas, sehingga, risiko investasi di pasar modal tinggi. Di sisi lain, kapitalisasi pasar calon emiten baru tak terlalu istimewa. "Sehingga, investor terutama investor asing, wait and see dan menunggu IPO lebih besar di tahun depan," kata dia.

Selain itu, emiten yang masuk pasar modal saat ini tak bergerak di sektor favorit. Melorotnya harga komoditas terutama minyak, memicu risiko. "Yang mendaftar IPO juga banyak bergantung dengan harga komoditas," tambah Satrio. Misalnya SOCI yang memangkas target perolehan IPO lantaran harga minyak turun.

Tapi Satrio yakin, tahun depan terutama di semester kedua, saham IPO bakal lebih ramai. Saham konstruksi, konsumer, infrastruktur dan pelayaran bakal diminati. Saham komoditas selain batubara juga bakal membaik.     

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Berita Terkait



TERBARU

[X]
×