Reporter: Agustinus Beo Da Costa | Editor: Yuwono Triatmodjo
JAKARTA. Setelah hampir dua bulan terlambat menyampaikan laporan keuangan 2012, Jumat (31/5), PT Berau Coal Energy Tbk (BRAU) akhirnya merilis kinerjanya. Sama seperti mayoritas Grup Bakrie lainnya, sepanjang 2012, BRAU membukukan penurunan kinerja, bahkan mengalami rugi bersih.
Tahun lalu BRAU membukukan rugi bersih tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar US$ 180,94 juta. Padahal, tahun 2011, BRAU masih mencetak untung senilai US$ 109,67 juta.
Bila ditelusuri, penjualan BRAU selama 2012 juga turun 7,83% dari sebelumnya US$ 1,66 miliar menjadi US$ 1,53 miliar. Kenaikan beban pokok penjualan sebesar 6,86% menjadi US$ 1,02 miliar mengakibatkan laba kotor BRAU tahun lalu anjlok 27,50% menjadi US$ 506,68 juta.
Sampai di sini, penurunan kinerja BRAU masih terlihat normal, merujuk pada kinerja emiten pertambangan batubara yang terimpit karena masalah penurunan harga komoditas. Namun, persoalan menjadi menarik saat muncul lonjakan biaya pengecualian lainnya dari sebelumnya senilai US$ 51,42 juta menjadi US$ 152,25 juta alias melonjak sekitar 196,09%.
Dalam laporan keuangan BRAU diterangkan, akun ini muncul akibat sejumlah pembayaran. Sayang, keterangan ini tidak disertai dengan penjelasan dan bukti-bukti yang jelas. Termasuk, penerima utama dari pembayaran tersebut. Pembayaran-pembayaran itu meliputi pengeluaran untuk jalan tambang (hauling road) dan aset dalam penyelesaian senilai US$ 79,14 juta. Lalu, transaksi pembayaran tanah sebesar US$ 42,03 juta dan jasa konsultan US$ 24 juta. Sisanya adalah transaksi penghapusbukuan uang muka, goodwill, dan lainnya.
Bumi Plc selaku pemegang mayoritas saham BRAU, Jumat (31/5), menegaskan, akan mengambil setiap langkah yang diperlukan terhadap mereka yang diduga bersalah dalam penyimpangan tersebut. Bumi Plc pun menyatakan akan melaporkan kasus ini kepada Litigation Committee.
Juru Bicara BRAU Bintoro Prabowo juga telah menegaskan, munculnya kerugian pihaknya senilai US $ 180,94 juta dipicu oleh hasil reklasifikasi atas biaya-biaya yang tidak memiliki bukti-bukti memadai. "Perseroan telah mengklasifikasikan kembali biaya tersebut menjadi beban pengecualian lainnya dan membebankan pada tahun berjalan," ujar Bintoro.
Batal jual anak usaha
Analis Andhalan Artha Advisindo Securities Janson Nasrial menilai, rugi bersih yang dialami oleh BRAU lebih disebabkan oleh karena besarnya biaya stripping (pengupasan) dan bunga utang. Seharusnya, kata Janson, BRAU menurunkan volume produksi untuk menurunkan stripping ratio-nya untuk meningkatkan laba bersih. Karena dalam kondisi harga penjualan rata-rata atau average selling price (ASP) rendah seperti saat ini, upaya untuk menaikkan volume produksi menjadi sia-sia.
Di 2012, BRAU memproduksi 21 juta ton batubara, naik 8,25% dari sebelumnya 19,4 juta ton. Di sisi lain. volume penjualan BRAU mencapai 21,1 juta ton. Pada saat yang sama, ASP rata-rata BRAU tahun 2012 turun dari US$ 81,4 per ton menjadi US$ 70,9 per ton. Padahal, harga pokok penjualan naik dari US$ 35,9 per ton menjadi US$ 37,8 per ton.
BRAU, dalam laporan keuangannya juga menyatakan, telah membatalkan dua penjualan anak usahanya. Pertama adalah penjualan 100% PT Pelayaran Sanditia Perkasa Maritim kepada PT Marus Maritim. Dan kedua, penjualan 100% PT Mutiara Tanjung Lestari kepada Ares Access Limited dan PT Kasymir Zaldi. Tidak dijelaskan detail alasan dari pembatalan tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News