Reporter: Wahyu Satriani | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Pemerintah siap menerbitkan surat berharga syariah (SBSN) atau sukuk global denominasi dollar Amerika Serikat (AS). Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU) mengatakan instrumen tersebut akan diterbitkan kuartal II.
Suminto, Direktur Pembiayaan Syariah DJPU Kementrian Keuangan mengatakan, penerbitan kali ini akan berbeda dibandingkan tahun sebelumnya. Kali ini, pemerintah akan memperluas pasar dengan melakukan double listing di di bursa efek Singapura dan bursa efek Dubai.
"Tahun sebelumnya kami hanya mencatatkan di Singapura sehingga pencatatan di Dubai baru dilakukan pertama kali," ujar Suminto, Kamis (26/2). Menurut Suminto, pencatatan di Dubai dilakukan agar instrumen ini lebih likuid di pasar sekunder.
Untuk penerbitan instrumen tersebut, pemerintah telah menunjuk joint lead managers dan bookrunner. Antara lain, HSBC Bank, CIMB Bank, JP Morgan, dan Dubai Islamic Bank "Pihak-pihak tersebut telah dilakukan seleksi dan akan membantu proses order dari investor," ujar Suminto.
Penerbitan di kuartal II ini seiring dengan strategi pemerintah yang menerapkan frontloading obligasi valuta asing di awal tahun. Tujuannya, untuk menyeimbangkan likuiditas domestik. Maklum, kebutuhan valuta asing domestik di awal tahun meningkat.
"Sehingga likuiditas domestik tidak akan terkuras," ujar Suminto.
Selain sukuk global, pemerintah juga menerbitkan global bond di semester I ini. Disamping itu juga berencana menerbitkan samurai bond. Sedangkan untuk Eurobond akan diterbitkan di semester II.
Pemerintah akan melakukan roadshow ke sejumlah kota. Antara lain Kuala Lumpur, Malaysia; London, Inggris; serta Riyadh dan Jeddah, Timur Tengah. Roadshow tersebut akan dilakukan sekitar bulan Maret, April ataupun Mei. "Adapun untuk tahun lalu kami melakukan roadshow ke Jeddah, Dubai, Abu Dhabi, Hong Kong dan Kuala Lumpur," tutur Suminto.
Tahun lalu, pemerintah menerbitkan sukuk global senilai US$1,5 miliar dengan imbalan 4,35% dan tenor 10 tahun.
Analis Millenium Danatama Asset Management Desmon Silitonga memperkirakan sukuk global tahun ini akan ditawarkan dengan imbalan 4% hingga 5%. Asumsi tersebut dengan menghitung tenor sama seperti tahun lalu yakni 10 tahun.
Prediksi itu juga mempertimbangkan peringkat Indonesia yang saat ini masih di level BBB-. Disamping itu, suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat, The Fed naik di bulan Juni atau semester II. Sehingga, yield surat utang AS, US Treasury bertenor 10 tahun juga mengalami kenaikan dari posisi saat ini yang berada di lebel 1,9%.
"Imbalan sukuk global dengan spread sekitar 250 hingga 350 basis poin dari yield US treasury, saya kira masih cukup menarik bagi innvestor," tutur Desmon.
Menurut Desmon, strategi pemerintah dalam menerapkan double listing berpotensi memicu banjirnya permintaan investor. Dimana, Singapura merupakan hubungan lalu lintas transaksi finansial global. Sedangkan Dubai merupakan salah satu pasar sukuk terbesar di dunia.
Diperkirakan, penerbitan sukuk global tahun ini akan mengalami kelebihan permintaan atau oversubscribe empat hingga lima kali dari target indikatif pemerintah. "Prospeknya tentu sangat menjanjikan, apalagi apabila dilihat dari historis penerbitan sukuk sejak 2009 yang terus mengalami peningkatan permintaan. Permintaan yang masuk juga tidak dapat dilepaaskan dari imbalan yang cukup menarik ditawarkan Indonesia," papar dia.
Fixed Income Analyst BNI Securities I Made Adi Saputra penerbitan di kuartal II akan menguntungkan pemerintah. Pasalnya, pemerintah mengantisipasi kenaikan suku bunga the Fed yang diperkirakan akan dilakukan di semester II.
"Sehingga pemerintah mamsih bisa menerbitkan sukuk global dengan beban bunga yang rendah," kata Made. Sementara itu, penerbitan di bursa efek Dubai diperkirakan akan menambah akses investor di Timur Tengah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News