kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Suku bunga tinggi, SBR dan reksadana pasar uang berpeluang cuan


Minggu, 19 Agustus 2018 / 15:28 WIB
 Suku bunga tinggi, SBR dan reksadana pasar uang berpeluang cuan
ILUSTRASI. Reksadana Pasar Uang


Reporter: Grace Olivia | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) sekali lagi mengerek suku bunga acuan alias BI 7-Days Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 basis poin menjadi 5,5%. Kebijakan ini tentu membuat sejumlah instrumen investasi menjadi lebih menarik dan saatnya bagi investor mempertimbangkan kembali portofolionya.

Di saat suku bunga acuan mengalami kenaikan, instrumen investasi seperti deposito maupun reksadana pasar uang kerap jadi incaran. Imbal hasil keduanya memang berkaitan erat dan paralel dengan suku bunga acuan.

Tak hanya itu, Head of Investment Avrist Asset Management Farash Farich, menyebut SBR004 menjadi salah satu instrumen yang harus dimanfaarkan investor, khususnya investor ritel, dalam momentum saat ini. Seperti yang telah diketahui, pemerintah mematok kupon awal SBR004 sebesar 8,05% per tahun.

"Di periode di mana suku bunga cenderung masih akan naik, kupon SBR ini berpotensi bisa naik lagi dari sekarang 8.05%, mengikuti kenaikan BI7DRR," ujar Farash kepada Kontan, Jumat (17/8).

Farash menilai, instrumen SBR ini menawarkan tingkat bunga dan fitur kupon "floating" yang sangat menarik. Meski, investor memang harus menahan dananya dalam kurun dua tahun atau satu tahun jika ingin melakukan penarikan lebih awal (early redemption).

"Sekarang net current yield untuk investor sekitar 6.8% per tahun. Dengan beli instrumen obligasi floating (seperti SBR), seharusnya investor cukup terlindungi dari potensi capital loss yang ada pada instrumen obligasi fixed rate," tambah Farash.

Kendati begitu, investor yang memiliki horizon investasi lebih pendek dan ingin lebih likuid tetap dapat memanfaatkan reksadana pasar uang. Toh, reksadana pasar uang memiliki portofolio dengan tenor yang sangat pendek sehingga cepat juga mengikuti tren kenaikan suku bunga acuan.

"Potensi returnnya ke depan juga masih sangat baik," pungkas Farash. Ia memproyeksi, tingkat imbal hasil reksadana pasar uang di akhir tahun nanti bisa mencapai 5,5%. Sementara, rerata bunga kotor (gross interest) deposito bertenor satu bulan saat ini sebesar 5,77%.

Ia juga menambahkan, investor dengan horizon jangka pendek dan toleransi risiko fluktuasi rendah juga bisa mempertimbangkan reksadana yang berbasis obligasi korporasi atau terproteksi yang biasanya membagikan hasil investasi secara rutin.

Sementara, bicara soal pasar saham, Farash tak menampik fluktuasinya yang tinggi sejak awal tahun bahkan beberapa hari terakhir ini. Sejak awal Agustus saja, IHSG sudah mencatat penurunan 2,58%. Dihitung sejak awal tahun, penurunan indeks sudah menyentuh 9%.

Namun, Farash bilang, bukan berarti investor ritel tak bisa masuk pasar saham saat ini. Investor sebaiknya meninjau kembali tujuan, horizon, dan profil risiko investasinya masing-masing selama mempertimbangkan opsi instrumen investasi.

Menurutnya, kalau tujuan investor adalah memaksimalkan potensi capital gain dalam jangka panjang, serta mampu menerima risiko fluktuasi jangka pendek, koreksi saham saat ini dapat dilihat sebagai potensi investasi yang baik.

"Karena valuasi indeks saham sebenarnya sudah cukup undervalue. Hanya saja, kurang inflow terutama dari investor asing," ujar dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×