Reporter: Anna Suci Perwitasari, RR Putri Werdiningsih, Wuwun Nafsiah | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Jelang rapat petinggi The Fed, Federal Open Market Committee(FOMC) pada Rabu (15/3)Kamis (16/3) waktu Indonesia, rupiah diprediksi terus melemah. Terlebih, probabilitas kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS) bulan ini nyaris mencapai 100%.
Bloomberg mencatat, di pasar spot Jumat (10/3), rupiah masih menguat 0,10% jadi Rp 13.376 per dollar AS, dengan total keunggulan 0,05% dalam sepekan. Tapi, di kurs tengah Bank Indonesia (BI), valuasi rupiah melemah 0,14% ke Rp 13.393 per dollar AS dan sepekan turun 0,13%.
Putu Agus Pransuamitra, Head of Forex Market Desk PT Monex Investindo Futures, menyatakan, probabilitas kenaikan suku bunga The Fed bulan ini dipicu membaiknya data tenaga kerja negeri Uak Sam yang rilis akhir pekan lalu. ME Group's FedWatch pekan lalu menyebutkan, potensi kenaikan suku bunga The Fed mencapai 92%.
Sekadar informasi, data Non-Farm PayrollAS pada Februari 2017 tercatat naik 235.000 orang. Sementara tingkat pengangguran turun menjadi 4,7%, sesuai prediksi.
Nilai tukar rupiah diperkirakan tidak akan anjlok terlalu dalam jika The Fed jadi menaikkan suku bunganya. Salah satunya karena pekan ini rupiah mendapat sokongan dari rilis neraca perdagangan.
Bahkan, sebelum pertemuan FOMC, rupiah punya kesempatan untuk unggul. Itu sebabnya, Putu memprediksi, rupiah bisa bergerak di kisaran Rp 12.270-Rp 13.450 per dollar AS sebelum FOMC. Tapi, "Jika suku bunga naik, valuasi rupiah melemah ke Rp 13.500," katanya.
Sementara, Lana Soelistianingsih, Kepala Ekonom Samuel Aset Manajemen, menilai, pasar sudah mengantisipasi kenaikan suku bunga The Fed sejak pekan lalu. Makanya, jika suku bunga The Fed naik, rupiah hanya melebar ke Rp 13.420 per dollar AS.
Salah satu penyokong kekuatan rupiah adalah cadangan devisa sebesar US$ 119,9 miliar. "BI masih punya amunisi untuk intervensi rupiah," ujar Lana. Baik Lana maupun Putu sepakat, pelemahan rupiah hanya berlangsung sepekan.