Reporter: Riska Rahman | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rendahnya suku bunga acuan yang ditetapkan Bank Indonesia (BI) membuat beberapa emiten tertarik untuk mengajukan pinjaman bank untuk keperluan pendanaan mereka. Meski begitu, analis masih memandang obligasi jadi instrumen yang paling menarik meski bunga pinjaman kini bergerak turun.
PT Visi Media Asia Tbk (VIVA) baru saja menandatangani senior facility agreement dan junior facility agreement senilai total US$ 251,97 juta. Kedua pinjaman bank yang memiliki rata-rata bunga sebesar 12% ini akan digunakan untuk keperluan refinancing utang.
Tak hanya VIVA, PT Surya Semesta Internusa Tbk (SSIA) juga berniat melunasi utang obligasi sebesar Rp 550 miliar. Pendanaan untuk pembayaran utang ini didapatkan SSIA dari pinjaman bank.
Wajar bila dua emiten ini tertarik menggunakan pinjaman bank untuk melunasi utangnya. Pasalnya, penurunan suku bunga acuan 7-day reverse repo rate (7DRR rate) BI menjadi 4,25% membuat bunga pinjaman juga ikut menurun. Namun, Analis Danareksa Sekuritas Lucky Bayu Purnomo menilai pendanaan jenis ini masih kurang menarik.
"Perubahan kebijakan soal suku bunga oleh BI bisa berdampak pada bunga pinjaman. Akibatnya, bunga bank bisa berubah sewaktu-waktu yang akhirnya membuat beban bunga pinjaman yang harus ditanggung para emiten malah bertambah ke depannya," ujarnya kepada KONTAN, Jumat (17/11).
Untuk itu, ia melihat pendanaan dari obligasi masih lebih menarik daripada pinjaman bank. Perubahan bunga obligasi dipandang lebih sustainable dibanding pinjaman bank. Selain itu, instrumen ini pun lebih dekat ke pasar modal dibanding pinjaman bank.
Walau penurunan suku bunga ini tak menjadikan pinjaman bank jadi sumber pendanaan yang menarik, emiten masih bisa memanfaatkan kesempatan ini untuk mengurangi beban bunga yang harus mereka tanggung.
"Para emiten bisa memanfaatkan kesempatan ini untuk mengurangi status utang mereka. Mereka bisa membayar utang mereka sebanyak-banyaknya selagi bunga sedang rendah sehingga beban keuangan mereka jadi semakin berkurang di masa depan," papar Lucky.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News