Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - BANDUNG. Bank Indonesia (BI) menahan suku bunga di level 6% dalam Rapat Dewan Gubernur (GBK) pada Kamis (17/1).
Asal tahu saja, BI menahan suku bunga acuan di level 6% pada Rapat Dewan Gubernur BI kemarin (17/1). BI juga membuka peluang untuk memangkas suku bunga acuan di tahun ini.
Head Of Research Mega Capital Sekuritas Cheril Tanuwijaya mengatakan, kinerja emiten properti di tahun 2023 masih terkoreksi karena berada di era suku bunga tinggi.
Rencana pemangkasan suku bunga di tahun 2024 akan memberikan peluang bagi kenaikan minat masyarakat untuk membeli properti.
Baca Juga: Simak Prospek Kinerja Sektor Properti di Tengah Sentimen Suku Bunga
Namun, investasi properti itu tergolong investasi besar, sehingga investor lebih cenderung wait and see untuk membeli properti.
“Perusahaan properti akan cenderung menahan ekspansi jika investor masih wait and see,” ujarnya kepada Kontan, Kamis (18/1).
Menurut Cheril, sentimen penahanan dan rencana pemangkasan suku bunga BI bisa lebih memberikan dampak positif ke emiten properti setelah gelaran Pemilu 2024.
“Sentimennya masih positif, tapi pasar masih wait and see karena masih banyak sentimen negatif,” tuturnya.
Cheril merekomendasikan beli untuk BSDE dan SMRA karena memiliki cadangan landbank alias cadangan lahan yang besar serta memiliki recurring income yang besar.
”BSDE target harganya Rp 1.200 per saham dan SMRA Rp 650 per saham,” ungkapnya.
Analis RHB Sekuritas Andrey Wijaya melihat, kinerja pendapatan prapenjualan alias marketing sales emiten properti di tahun 2024 bakal makin baik. Sentimen utamanya berasal dari insentif PPN DTP untuk rumah di bawah Rp 5 miliar.
Sejumlah emiten properti dilihat Andrey bakal meraih untung dari insentif pajak ini. PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) diperkirakan memiliki aset senilai Rp 800 miliar yang bisa diikutsertakan dalam insentif PPN DTP. Ini meliputi 16% dari target marketing sales SMRA di tahun 2024.
“Sementara PT Ciputra Development Tbk (CTRA) memiliki aset Rp 1,8 triliun, atau sekitar 16% dari target marketing sales di tahun 2024,” ujarnya dalam riset terbaru RHB Sekuritas tertanggal 27 Desember 2023.
Beberapa risiko yang memberatkan kinerja sektor ini adalah delay perhitungan penjualan akumulatif akibat PSAK72, bunga hipotek yang naik sehingga mengurangi permintaan, serta perubahan kebijakan dari pemerintah.
Andrey pun merekomendasikan beli untuk CTRA dan SMRA dengan target harga masing-masing Rp 1.330 per saham dan Rp 560 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News