kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,34   7,71   0.83%
  • EMAS1.320.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sudah naik tinggi, harga CPO mulai terkoreksi karena profit taking


Jumat, 15 November 2019 / 20:35 WIB
Sudah naik tinggi, harga CPO mulai terkoreksi karena profit taking
ILUSTRASI. Panen kelapa sawit di Bogor, Jawa Barat, Kamis (27/12).


Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Aksi profit taking membuat harga crude palm oil (CPO) terkoreksi setelah sempat capai rekor tertinggi.

Mengutip Bloomberg, Jumat (15/11), harga CPO turun 0,96% ke RM 2.581 per ton. Harga tersebut menjauhi level harga tertinggi sepanjang masa yang pernah terjadi pada Senin (11/11) di RM 2.627 per ton.

Analis PT Finnex Berjangka Nanang Wahyudin mengatakan harga CPO terkoreksi karena aksi profit taking setelah harga CPO dalam tren menguat.

"Dalam sebulan terakhir harga CPO melesat 20% menyentuh level jenuh belinya, jadi wajar kalau harga terkoreksi," kata Nanang, Jumat (15/11).

Baca Juga: Kuala Lumpur tawarkan diskon, India borong CPO Malaysia ketimbang Indonesia

Selain itu, Malaysia memberikan diskon pada India untuk impor CPO sebesar US$ 5 per ton karena dalam sebulan terakhir India tidak membeli minyak sawit. 

Namun, kini India kembali membeli minyak sawit Malaysia sebesar 70.000 ton untuk pengiriman Desember nanti. Di saat yang sama Malaysia juga menandatangani kesepakatan yang dapat mendorong ekspor Malaysia ke China dan India.

Meski terkoreksi, secara fundamental Nanang memproyeksikan harga CPO masih berpotensi naik.  Sentimen positif datang dari potensi penurunan produksi dan stok CPO di tengah permintaan yang masih tinggi.

Selain itu, faktor musim kemarau yang melanda kawasan Asia Tenggara membuat produksi CPO berkurang. Alhasil harga CPO bisa makin terdongkrak di tahun depan.

Tercatat persediaan minyak sawit Malaysia pada Oktober lalu turun 4,1% menjadi 2,3 juta ton. 

Merujuk data Malaysian Palm Oil Board (MPOB) data ini adalah yang terendah di tahun ini setelah Agustus stok minyak sawit Malaysia berada di 2,25 juta ton.  

Sementara itu, Nanang memproyeksikan permintaan minyak sawit dari domestik akan meningkat di tengah suplai yang menipis. Pemicunya adalah program B20 di Malaysia dan B30 di Indonesia pada 2020.

Sekadar informasi, program B30 merupakan program pemerintah Indonesia yang ditujukan untuk mengurangi impor dan ketergantungan BBM. 
Diindikasikan B30 terdiri dari campuran Fatty Acyd Methyl Esther (FAME) minyak nabati seperti CPO dengan komposisi 30% dan minyak diesel biasa 70%. Diprediksi permintaan sawit untuk program ini capai 9,6 juta ton.

Direktur PT Garuda Berjangka Ibrahim menambahkan permintaan CPO akan meningkat dari India untuk cadangan di akhir tahun. Selain itu meski perang dagang masih berlanjut dan berpotensi menekan pertumbuhan ekonomi global, menurut Ibrahim permintaan CPO akan tetap tinggi karena untuk memenuhi kebutuhan tradisional.

Secara teknikal, Nanang menganalisis harga menguji penutupan di bawah RM 2.565 per ton. Bila level tersebut terlampaui maka ruang koreksi lanjutan bisa ke rentang RM 2.510 per ton. Volume penurunan juga masih cenderung terbatas. Indikator stochastic masih menunjukkan sinyal penurunan harga.

Baca Juga: Harga CPO Naik ditopang Menipisnya Stok Minyak Sawit Malaysia

Nanang memproyeksikan rentang harga CPO di Senin (25/11) berpotensi turun terbatas di rentang RM 2.500 per ton-RM2.600 per ton. Sementara, untuk sepekan di rentang RM 2.500 per ton-RM 2.700 per ton.

Sementara, Ibrahim memproyeksikan harga CPO di Senin (25/11) berada di rentang RM 2.540 per ton-RM2.590 per ton. Ibrahim merekomendasikan sell.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Trik & Tips yang Aman Menggunakan Pihak Ketiga (Agency, Debt Collector & Advokat) dalam Penagihan Kredit / Piutang Macet Managing Customer Expectations and Dealing with Complaints

[X]
×