Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) lunglai di awal pekan ini. Bergerak di zona merah sepanjang hari, IHSG menutup perdagangan Senin (11/11) dengan pelemahan 0,28% ke posisi 7.266,46.
Arus dana dari investor asing masih mengucur ke luar (capital outflow), dengan melakukan aksi jual bersih (net sell) senilai Rp 1,52 triliun di seluruh pasar. Situasi ini pun menekan deretan saham dengan kapitalisasi pasar besar (big cap).
Vice President Marketing, Strategy and Planning Kiwoom Sekuritas Indonesia, Oktavianus Audi mengamati kemenangan Donald Trump pada Pemilihan Presiden (Pilpres) Amerika Serikat (AS) 2024 membawa sentimen yang cukup signifikan. Pelaku pasar mengamati dinamika makro ekonomi dan geo politik usai kemenangan Trump.
Baca Juga: Laba Charoen Pokphand (CPIN) Turun Meski Pendapatan Naik, Cek Rekomendasi Analis
Ada kekhawatiran munculnya ketidakpastian baru di tengah potensi kembalinya perang dagang AS dengan China. Kekhawatiran berikutnya, suku bunga acuan The Fed berpotensi tertahan untuk waktu yang lebih panjang dari ekspektasi pasar sebelumnya.
Certified Elliott Wave Analyst Master Kanaka Hita Solvera Daniel Agustinus menambahkan, capital outflow dari pasar negara berkembang (emerging market) seperti Indonesia terjadi lebih masif usai Trump memenangkan Pilpres AS. Situasi ini diperparah dengan pelemahan nilai tukar rupiah.
Dari dalam negeri, pertumbuhan ekonomi Indonesia menunjukkan perlambatan dengan hanya mencapai 4,95% (yoy) pada kuartal III-2024. Di bawah konsensus 5% atau melambat bila dibandingkan kuartal sebelumnya yang mencapai 5,05% (yoy).
Baca Juga: IHSG Turun 0,28% Hari Ini (11/11), Simak Proyeksi Untuk Perdagangan Esok (12/11)
Di samping sentimen yang mengiringi pasar, Daniel melihat pelemahan IHSG saat ini juga merupakan bagian dari siklus di bulan November. "Secara statistik, biasanya bottom dari market terbentuk di bulan November dan kemudian akan beranjak naik hingga awal tahun," kata Daniel kepada Kontan.co.id, Senin (11/11).
Audi mengamini, siklus tahunan menunjukkan kecenderungan pelemahan IHSG di bulan November. Catatan Audi, dalam 10 tahun terakhir sejak 2014, secara historis peluang IHSG mencapai performa positif hanya mencapai 36%, sedangkan sisanya menunjukkan performa negatif.
Strategi & Rekomendasi Saham
Praktisi Pasar Modal dan Founder WH Project William Hartanto melihat indikasi yang sama soal pelemahan IHSG di bulan ini. Apalagi secara teknikal IHSG juga sudah downtrend. William menaksir, fase bottoming bisa terjadi pada pekan ini.
IHSG berpotensi melemah dengan posisi support di 7.183. IHSG bisa kembali mengalami rebound, asalkan mampu bertahan di level tersebut sebagai konfirmasi fase bottoming. Setelah itu, IHSG berpeluang kembali menanjak memasuki bulan Desember akibat jenuh jual di bulan ini dan antisipasi datangnya window dressing.
Sedangkan Audi memandang IHSG bisa kembali menguat sejalan dengan potensi pemangkasan suku bunga acuan The Fed dan Bank Indonesia. Menurut Audi, saat ini koreksi IHSG sudah mulai terbatas dan tampak masuk ke dalam zona oversold.
Dengan begitu, potensi teknikal rebound semakin terbuka. Audi menaksir level 7.200 - 7.150 akan menjadi support kuat. Jika gagal bertahan, maka dalam skenario bearish IHSG akan jatuh ke level 7.000-7.050.
Baca Juga: Net Sell Asing Tembus Rp 1,53 Triliun Saat IHSG Turun 0,28% ke 7.266 Hari Ini (11/11)
Daniel sepakat, koreksi IHSG tampak mulai terbatas. Hitungan dia, support IHSG ada di level 7.200 dan 7.050. Daniel menilai saham emiten perbankan dan saham konglomerasi Prajogo Pangestu akan kembali menjadi tumpuan IHSG.
Strategi untuk saat ini, Daniel menyarankan untuk wait and see terlebih dulu. Sedangkan untuk investasi jangka panjang, bisa melirik peluang buy on weakness (BoW) pada saham big bank seperti PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) dan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI).
Saran Daniel, BoW saham BBCA pada level Rp 9.500 - Rp 9.900 untuk target harga Rp 12.000. Lalu, BoW saham BBRI pada area Rp 4.200 - Rp 4.400 untuk target harga Rp 5.000. Kemudian BoW saham BMRI di Rp 6.100 - Rp 6.350 untuk target harga Rp 7.000.
William turut menyanrakan wait and see terlebih dulu. Secara sektoral, dia melihat saham emiten perkebuhan atau kelapa sawit bisa dipertimbangkan sebagai pilihan trading. Pilihannya adalah PT Dharma Satya Nusantara Tbk (DSNG), PT PP London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP), PT Sumber Tani Agung Resources Tbk (STAA) dan PT Triputra Agro Persada Tbk (TAPG).
Baca Juga: IHSG Melorot 1,11% ke 7.206 di Sesi I Senin (11/11), SMRA, BRPT, ESSA Top Losers LQ45
Sedangkan Audi menyoroti koreksi saat ini bisa mendorong normalisasi harga pada beberapa saham yang sempat overvalued, sehingga bisa dipertimbangkan untuk buy on weakness. Rekomendasi lainnya, cermati secara selektif saham lapis kedua.
Audi menyematkan rekomendasi buy BMRI, PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) dan PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) untuk target harga Rp 7.200, Rp 3.140 dan Rp 14.000. Kemudian, trading buy PT Adaro Minerals Indonesia Tbk (ADMR) dan PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAPI) untuk target harga Rp 1.520 dan Rp 1.815 per saham.
Selanjutnya: Sempat Laris Manis di Amerika Serikat, Ekspor Vacuum Cleaner SCNP kini Merosot Tajam
Menarik Dibaca: Bagaimana Cara Dapat Black Card? Ketahui Dulu Sejarah dan Syaratnya di Sini
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News