Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Harga minyak mentah dunia terkoreksi seiring dengan sinyal peningkatan produksi yang akan dilakukan OPEC+.
Berdasarkan Bloomberg, harga minyak mentah Brent untuk kontrak pengiriman November 2025
WTI per Jumat (5/9/2025), harga minyak mentah Brent berjangka untuk kontrak pengiriman November 2025 ditutup melemah US$ 1,49 atau 2,22% ke US$ 65,50 per barel.
Sejalan, harga minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak pengiriman Oktober 2025 ditutup pada level US$ 61,87 per barel, turun US$ 1,61, atau 2,54%.
Girta Putra Yoga, Research and Development ICDX mengatakan, faktor yang mempengaruhi terkoreksinya harga minyak mentah adalah delapan anggota OPEC+ yang mempertimbangkan peningkatan lebih lanjut produksi minyak bulan Oktober.
Baca Juga: OPEC+ Diperkirakan Kembali Kerek Produksi Minyak Mulai Oktober 2025
Pada pertemuan terakhir kelompok aliansi tersebut di bulan Agustus 2025, kedelapan anggota menaikkan produksi sebesar 547.000 bph (barel per hari) untuk bulan September 2025.
“Ini menjadikan total peningkatan produksi OPEC+ sebesar 2,5 juta bph dari bulan April hingga September,” ujar Girta kepada Kontan, Jumat (5/9/2025).
Kemudian, dari Amerika Serikat (AS), dalam laporan mingguan yang dirilis oleh grup industri API (American Petroleum Institute) untuk pekan yang berakhir 29 Agustus menunjukkan stok minyak mentah naik tak terduga sebesar 622.000 barel. Kenaikan tersebut mengindikasikan permintaan yang lesu di pasar minyak AS.
Girta menyebut faktor lain yang turut membebani harga adalah ekspor minyak Venezuela yang meningkat sebesar 27% pada bulan Agustus menjadi rata-rata 966.485 bph.
Untuk ekspor produk olahan minyak juga meningkat dari 227.000 ton menjadi sekitar 275.000 ton pada bulan Agustus, level tertinggi sejak Mei 2025.
Sementara itu, proses perbaikan fasilitas kilang Dangote Nigeria yang memproduksi bensin diperkirakan akan memakan waktu setidaknya dua minggu, ungkap dua sumber yang mengetahui masalah itu.
Operasional unit produksi bensin yang berkapasitas 204.000 bph tersebut telah dihentikan sejak 29 Agustus.
Girta memproyeksikan, harga minyak berpotensi menemui posisi resistance terdekat di level US$ 66 per barel. Namun, apabila menemui katalis negatif maka harga berpotensi turun ke support terdekat di level US$ 61 per barel.
Baca Juga: Harga Minyak Ditutup Melemah, Terseret Lonjakan Stok Minyak AS dan Rencana OPEC+
Analis komoditas dan Founder Traderindo.com, Wahyu Laksono mengatakan, prospek harga minyak masih cukup bergejolak. Sentimen pasar akan sangat dipengaruhi oleh kecepatan pemulihan ekonomi global. Jika data ekonomi membaik, permintaan minyak dapat kembali meningkat dan menopang harga.
Berikutnya, kebijakan OPEC+. Wahyu bilang, keputusan OPEC+ terkait pemotongan produksi di masa depan akan sangat menentukan. Jika mereka kembali mengurangi pasokan untuk menyeimbangkan pasar, harga akan menguat.
Serta sentimen Geopolitik. Ketegangan geopolitik, seperti yang terjadi sebelumnya, berpotensi memberikan dorongan harga ke atas.
Wahyu memperkirakan harga minyak mentah WTI berada di sekitar US$ 65 per barel dalam 12 bulan ke depan. Sedangkan, harga rata – rata minyak mentah Brent diperkirakan dalam rentang US$ 68 per barel pada kuartal IV – 2025.
Selanjutnya: Aset Perusahaan Penjaminan Capai Rp 48,37 Triliun per Juli 2025
Menarik Dibaca: Ini Daftar 10 Perabot Ruang Makan yang Bikin Rumah Terlihat Ketinggalan Zaman
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News