Reporter: Nur Qolbi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pembentukan Holding BUMN Ultra Mikro antara PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI), PT Pegadaian, dan PT Permodalan Nasional Madani atau PNM telah membuahkan hasil. Hal itu terlihat dari membaiknya sejumlah aspek dalam performa keuangan BBRI selaku induk usaha.
Analis FAC Sekuritas Indonesia Patrick Jorghy Manek mengatakan, efek positif dari pembentukan Holding BUMN Ultra Mikro ini terlihat dari penyaluran kredit BBRI yang tumbuh positif di seluruh segmen. Pada semester 1 2022, kredit segmen usaha mikro BBRI meningkat 15,1% secara tahunan atawa year on year (YoY) dan menjadi penopang utama pertumbuhan.
Disusul segmen kredit Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang naik 9,81% yoy dan segmen kredit consumer yang terkerek 5,27% YoY. "Kami melihat sinergi yang baik antara BBRI, PNM, dan Pegadaian sehingga dengan adanya Holding Ultra Mikro ini, kemampuan BBRI dalam menyalurkan kredit pada segmen mikro masih akan prospektif ke depannya," kata Patrick saat dihubungi Kontan.co.id, Kamis (25/8).
Baca Juga: Saham-Saham Ini Laris Diborong Investor Asing, Cek Rekomendasinya
Berdasarkan riset tanggal 28 Juli 2022, Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia Handiman Soetoyo dan Rizkia Darmawan menilai, BBRI dapat melanjutkan efisiensi biaya bunganya berkat sinergi antara ketiga BUMN ini. Biaya bunga BBRI pada semester 1 2022 turun 18,3% yoy.
"Kami melihat efisiensi cost of fund secara bertahap di ketiga entitas tersebut, terutama di Pegadaian yang mengalami penurunan cost of fund menjadi 4,7% pada semester pertama 2022 dari 5,9% pada setahun penuh 2021," ucap kedua analis tersebut.
Efisiensi cost of fund atawa biaya dana ini potensial berlanjut seiring dengan langkah PNM dan Pegadaian yang sedang bernegosiasi untuk menurunkan suku bunga dengan kreditur. Meskipun begitu, dampak pada margin laba bersih atau net interest margin (NIM) konsolidasi diperkirakan terbatas karena adanya potensi kenaikan suku bunga acuan yang dapat meningkatkan cost of fund.
Baca Juga: Laba Bersih Capai Rp 2,13 Triliun, Ini Penopang Kinerja BSI (BRIS) pada Semester I
Namun, berkat didukung PNM dan Pegadaian yang mencatatkan NIM sekitar 20%, Mirae Asset Sekuritas Indonesia memperkirakan NIM konsolidasi akan sedikit membaik.
Menurut kedua analis ini, BBRI menetapkan panduan NIM yang lebih rendah, yakni di kisaran 7,7%-7,9% sepanjang 2022 dengan target pertumbuhan kredit 9%-11%. "Kami menganggap pedoman ini konservatif karena pemulihan ekonomi yang berkelanjutan akan mendorong pertumbuhan pinjaman yang lebih tinggi," tutur keduanya.
Mirae Asset Sekuritas Indonesia mempertahankan rekomendasi buy untuk BBRI dengan target harga Rp 5.350 per saham. Hal ini sejalan dengan pertumbuhan kredit yang kuat khususnya di segmen mikro, biaya dana yang terkelola dengan baik, likuiditas yang cukup, dan modal yang kuat sehingga menjadi katalis utama untuk ketahanan dan peningkatan laba bersih.
FAC Sekuritas Indonesia juga menetapkan rekomendasi buy BBRI dengan target harga Rp 5.400 per saham. Target harga ini berada di area PBV SD+1 sepuluh tahunnya dengan potensi kenaikan harga 35%. Per Kamis (25/8), harga BBRI terkoreksi 0,47% ke level Rp 4.270 per saham.
Baca Juga: Simak Racikan Portofolio Menarik Saat Bunga Acuan Naik
Untuk ke depannya, Patrick memproyeksi, kinerja BBRI hingga akhir tahun 2022 masih akan tetap prospektif dengan asumsi pertumbuhan kredit segmen mikro yang akan terus naik. FAC Sekuritas memproyeksikan laba bersih BBRI akan mencapai Rp 45,20 triliun hingga akhir tahun 2022.
Menurut Patrick, dari sisi industri perbankan, tingginya data unbanked di Indonesia dapat menjadi sumber pertumbuhan industri ini. Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), terdapat sebanyak 91,3 juta penduduk pada 2022 yang belum memiliki rekening bank dan BI menargetkan jumlah tersebut dapat terpenuhi di tahun 2025.
Dari sisi segmen usaha, banyaknya jumlah pelaku usaha ultra mikro yang belum mendapatkan pendanaan dari lembaga pendanaan formal masih menjadi penopang prospek BBRI. Mengingat, segmen tersebut merupakan kompetensi inti perusahaan.
Tercatat ada sekitar 40% atau 18 juta pelaku usaha ultra mikro yang belum mendapatkan akses pendanaan dari lembaga formal dan ada sekitar 11% atau 5 juta pelaku usaha mikro masih melakukan pinjaman rentenir.
"Angka 51% inilah yang akan menjadi target dari BBRI dan kami menilai hal tersebut dapat menjadi kesempatan yang tepat bagi perusahaan ke depannya," ucap Patrick.
Baca Juga: Bunga Naik, Bankir Tak Merevisi Target Kredit
Pertumbuhan UMKM juga menjadi sentimen pendukung kinerja BBRI ke depannya. Pemerintah menargetkan 2,5 juta UMKM untuk memiliki nomor induk berusaha pada tahun 2024 yang nantinya juga akan memudahkan akses pendanaan dari perbankan sehingga kegiatan usaha UMKM dapat berjalan maksimal.
Patrick menilai BBRI memiliki penetrasi pasar yang kuat dibanding bank lain dan bisa menjangkau segala lapisan masyarakat. BBRI juga mempunyai brand positioning yang baik atau dikenal oleh masyarakat sehingga mempunyai keunggulan dari sisi kepercayaan.
Dalam riset tanggal 28 Juli 2022, Analis MNC Sekuritas Tirta Citradi turut mempertahankan rekomendasi buy untuk BBRI dengan target harga Rp 5.500 per saham. Target harga tersebut mencerminkan 2,6 kali prediksi P/B 2022 dan 2,3 kali prediksi P/B 2023.
Tirta menilai, BBRI membukukan kinerja laba bersih yang impresif pada semester 1 2022. Sepanjang paruh pertama 2022, BBRI memperoleh laba bersih Rp 24,87 triliun atau melesat 98,4% secara tahunan dari realisasi periode sama tahun 2021 sebesar Rp 12,54 triliun.
Realisasi laba bersih BBRI pada paruh pertama 2022 sesuai dengan estimasinya. Perolehan laba bersih tersebut setara 52,3% dari proyeksi MNC Sekuritas atas laba bersih BBRI satu tahun penuh 2022 yang sebesar Rp 47,57 triliun.
Baca Juga: Suku Bunga Acuan Naik, Saham Sektor Perbankan Diuntungkan
Menurut Tirta, performa laba bersih BBRI yang ciamik didukung oleh strategi perusahaan untuk mempercepat pencairan pinjaman. Di saat yang bersamaan, BBRI juga mencari pendanaan dengan biaya yang rendah.
Sepanjang Januari-Juni 2022, kredit BBRI tumbuh 8,7% YoYyang sebagian besar didorong oleh kenaikan kredit usaha mikro sebesar 15,1% YoY. Kupedes dan KUR tetap menjadi mesin pertumbuhan kredit usaha mikro dengan peningkatan masing-masing 25,2% yoy dan 41,8% YoY.
Segmen kredit KUR mikro mencapai 48% dari kuota kredit sebesar Rp 260 triliun. Manajemen BBRI optimistis target penyaluran kredit tersebut dapat tercapai.
MNC Sekuritas mempertahankan proyeksi pinjaman BBRI dapat tumbuh 11% YoYsepanjang 2022. Hal ini didukung oleh strategi likuiditas yang tepat yang dilaksanakan perusahaan.
"Kecukupan likuiditas BBRI didorong oleh Dana Pihak Ketiga (DPK) sebagai sumber utama pendanaan yang merupakan 73,1% dari total sumber pendanaan di semester 1 2022 dan tumbuh 3,7% YoY. Di tengah kondisi permintaan pinjaman yang lebih tinggi, BBRI masih dapat memanfaatkan aset treasury sebagai alternatif sumber dananya," ungkap Tirta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News