kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Simak strategi sejumlah emiten mengatasi kenaikan harga batubara


Kamis, 05 Agustus 2021 / 19:10 WIB
Simak strategi sejumlah emiten mengatasi kenaikan harga batubara
ILUSTRASI. Sebuah kendaraan melintas di area tambang batu bara milik salah satu perusahaan di Kecamatan Salam Babaris, Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan. ANTARA FOTO/Bayu Pratama S/wsj.


Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga batubara masih membara. Mengutip data Bloomberg, harga batubara berada di level ICE Newcastle untuk kontrak September 2021 berada di level US$ 148,60 per ton pada perdagangan Rabu (4/8).

Meski demikian, kenaikan harga batubara ini menjadi momok tambahan bagi emiten yang menggunakan komoditas energi ini sebagai sumber bahan bakar, salah satunya PT Vale IndonesiaTbk (INCO).  

Sepanjang semester I-2021, INCO mencatat konsumsi batubara sebanyak 174.237 ton, menurun 13,47% dari penggunaan batubara di periode yang sama tahun lalu sebesar 201.365 ton. 

Meski demikian, harga terealisasi batubara INCO naik, dari semula US$ 104,2 per ton menjadi US$ 120,1 per ton.

Di kuartal II-2021, INCO mengonsumsi 81.773 ton batubara, turun dari konsumsi pada periode kuartal I-2021 sebesar 92.464 ton. Namun, harga realisasi batubara yang digunakan INCO naik menjadi US$ 126,3 dari sebelumnya US$ 114,7 di kuartal pertama.

Baca Juga: Kementerian ESDM kembali kenakan sanksi bagi yang tidak penuhi DMO batubara

Direktur Keuangan Vale Indonesia Bernardus Irmanto mengatakan, penurunan penggunaan batubara bukan karena alasan harga, tetapi karena isu teknis yang terjadi di pabrik pengolahan. 

Jika dilihat, penurunan konsumsi batubara dikompensasi dengan kenaikan konsumsi high sulphur fuel oil (HSFO).

“Secara kebutuhan energi tetap sama. Hanya saja energi yang rencananya diproduksi oleh batubara digantikan oleh HSFO karena alasan teknis,” terang Irmanto. 

Pada kuartal kedua, INCO mengonsumsi 351.750  barel HFSO, naik 21,81% dari realisasi penggunaan HFSO pada kuartal pertama sebesar 288.750 barel.

Bersamaan, harga rata-rata HFSO pun mengalami kenaikan, dari US$ 48,51 di kuartal pertama menjadi US$ 56,69 di kuartal kedua.

Irmanto menyebut, kenaikan harga dua komoditas ini tentu mendorong kenaikan biaya produksi, yang kemudian akan mengurangi laba produksi. Namun, dia meyakini prospek kinerja INCO yang ditopang oleh kenaikan harga nikel masih akan cerah.




TERBARU

[X]
×