Reporter: Krisantus de Rosari Binsasi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasar saham global masih terpapar efek perang dagang dan kenaikan bunga acuan The Fed. Sejumlah bursa saham global, termasuk di Indonesia, hingga kemarin masih bergerak dalam tren menurun.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kemarin ditutup menurun 1,05% menjadi 5.822,33. Sejak awal tahun ini hingga kemarin (ytd), investor asing sudah membukukan penjualan bersih (net sell) lebih dari Rp 50 triliun.
Selain isu global, pasar saham Indonesia juga terkepung sentimen domestik. Isu terbaru adalah pelemahan nilai tukar rupiah dan isu kenaikan bunga acuan Bank Indonesia (BI).
Apalagi, belum ada katalis domestik yang bisa mengangkat psikologis pasar. Selain menantikan arah kebijakan bunga acuan BI pada akhir Juni nanti, pelaku pasar juga menunggu rilis laporan keuangan emiten di kuartal kedua tahun ini.
Meski demikian, Direktur Investa Saran Mandiri Hans Kwee menilai isu perang dagang dan kenaikan bunga The Fed hanya berefek sementara. "Ini hanya kekhawatiran jangka pendek. Kenaikan Fed fund rate berpotensi mendorong BI untuk kembali menaikkan suku bunga acuan," ungkap dia, Kamis (21/6).
Sentimen negatif perang dagang dan bunga The Fed akan berpengaruh dalam jangka pendek terhadap saham emiten sektor perbankan dan properti.
Analis Narada Aset Manajemen Kiswoyo Adi Joe juga menambahkan, isu perang dagang maupun kenaikan bunga The Fed tak punya pengaruh signifikan terhadap pergerakan saham di Bursa Efek Indonesia. "Kelak pasar modal akan kembali stabil karena BI akan merespons isu tersebut dengan menaikkan suku bunga acuan," ungkap dia.
Di saat kondisi tak pasti seperti saat ini, sejatinya sektor perbankan akan terkoreksi. Tapi tidak perlu cemas, sebab pelemahan itu hanya sementara.
Di saat pasar terkoreksi, Kiswoyo justru menyarankan investor membeli saham perbankan seperti BBRI, BBCA, BMRI yang harganya lagi murah dengan fundamental bisnis yang sehat dan stabil. Selain bank, saham pilihan lainnya jatuh pada sektor konsumer. Valuasi saham UNVR dan HMSP sudah terbilang murah.
Bukan hanya itu, saham emiten minyak sawit mentah (CPO) cukup defensif terhadap efek perang dagang dan kenaikan suku bunga The Fed. "Seperti BWPT, GZCO, LSIP dan AALI boleh dibeli," kata Kiswoyo. Emiten ini cukup tahan banting karena produsen CPO yang tingkat konsumsinya cukup besar di dalam negeri dan luar negeri, seperti China dan India.
Analis Senior Paramitra Alfa Sekuritas William Siregar juga mengatakan, perang dagang antara Amerika Serikat versus China dan kenaikan bunga The Fed sudah diantisipasi investor. "Sebelumnya sudah pernah terjadi perang dagang antara AS dan China dan tahun ini suku bunga The Fed sudah naik dua kali, namun pasar selalu merespons positif karena BI ikut menaikkan suku bunga acuan untuk menjaga kestabilan nilai tukar rupiah," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News