kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Simak saham LQ45 dengan PER terendah pilihan analis berikut


Senin, 14 Januari 2019 / 20:45 WIB
Simak saham LQ45 dengan PER terendah pilihan analis berikut


Reporter: Aldo Fernando | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Rasio harga saham terhadap laba per saham alias price to earnings ratio (PER) biasanya dijadikan salah satu pertimbangan investor untuk melihat fundamental perusahaan. Di dalam Indeks LQ45 terdapat sejumlah saham yang memiliki PER yang rendah, bahkan minus. Berikut, analis merekomendasikan sejumlah saham dalam indeks LQ45 dengan PER rendah.

Pada Senin (14/1), saham-saham dengan PER minus dan terkecil di indeks LQ45 dipimpin oleh PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) dengan PER -69,58 kali, kemudian secara berturut-turut ada PT XL Axiata Tbk (EXCL) dengan PER -122,22 kali, PT Indika Energy Tbk (INDY) dengan PER 1,99 kali, PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT) dengan PER 5,06 kali, PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) dengan PER 5,43 kali, dan PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) dengan PER 6,34 kali.

Menurut analis Phintraco Sekuritas Valdy Kurniawan, penggunaan PER bisa dijadikan pertimbangan untuk melihat kinerja emiten perusahaan karena PER dihitung dari laba per saham perusahaan. “Sebetulnya bisa dibandingkan dengan perusahaan sejenis. Jika PER lebih rendah, bisa dikatakan harga saham emiten tersebut murah. Akan tetapi, ada kondisi ideal dimana PER di bawah 30 umumnya harga saham undervalued. Sementara jika di atas itu, ada kemungkinan overvalued,” kata Valdy kepada Kontan.co.id, Senin (14/1).

Ada dua saham dalam indeks LQ45 di atas yang tercatat memiliki PER yang negatif, yakni MEDC dan EXCL. Menurut Kepala Riset Narada Asset Management Kiswoyo Adi Joe, PER negatif mengindikasikan emiten saham tersebut mengalami rugi bersih. “Untuk saham yang PER-nya minus sebenarnya tidak bisa direkomendasikan, tapi tergantung saham tersebut minus karena apa. Itu harus dilihat lebih dalam lagi,” kata dia.

Selain PER, menurut Kiswoyo, sebenarnya ada indikator lain yang perlu diperhatikan, yakni rasio return on equity (RoE). RoE merupakan rasio mengukur kemampuan sebuah perusahaan untuk menghasilkan laba bermodalkan ekuitas.

“Kalau mau melihat suatu saham lebih dalam, bisa juga menggunakan ROE. Namun, untuk ROE fundamentalnya tidak berkaitan dengan harga saham. Jadi, kalau soal harga saham memang perlu memakai PER,” jelasnya.

Sementara itu, menurut Valdy, masih banyak indikator lain yang bisa dijadikan pedoman untuk menilai sebuah saham. “Pada intinya, ada kelompok rasio untuk ukur profitabilitas; ada untuk ukur kemampuan membayar utang; ada rasio kualitas aset; ada rasio harga, yang salah satunya PER,” jelasnya.

Dari enam saham dengan PER terendah di indeks LQ45 di atas, Kiswoyo memilih tiga saham yang punya prospek ke depannya, yakni MEDC, WSKT, dan ITMG. Meskipun PER saham MEDC minus, tapi Kiswoyo yakin, ke depan akan menaik.

“Medco baru membeli tambang-tambang minyak, jadi sekarang utangnya semakin gede. Namun, itu seharusnya pendapatan Medco akan positif dalam 2-3 tahun ke depan,” jelasnya.

Demikian juga dengan ITMG. “Saham batubara, saham komoditi masih bagus sampai tahun depan,” kata Kiswoyo.

Sementara, saham WSKT akan tumbuh tahun ini. “Pada tahun ini seharusnya saham WSKT konstruksi karena untuk infrastruktur sudah pada dibayar. Selain itu, proyek-proyek infrastruktur sebelum akhir tahun akan selesai,” jelas Kiswoyo.

Valdy merekomendasikan WSKT, SRIL dan ITMG. Pertimbangan memilih WSKT karena ukurannya paling besar. “WSKT juga fokus ke jalan tol dan bauran produk relatif lebih baik,” katanya.

Untuk SRIL dan ITMG Valdy berpendapat, “SRI masih menjadi perusahaan tekstil dan garmen terbesar di Indonesia, bahkan di Asia Tenggara. Produknya bukan hanya domestik, melainkan juga sebagian besar diekspor. Jadi, pelemahan rupiah justru cenderung berdampak positif bagi SRIL. Sementara ITMG dipilih karena ditopang rebound harga komoditas, terumata minyak dan batubara di awal tahun ini,” tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×