Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga saham sektor minyak sawit atawa crude palm oil (CPO) cenderung menguat tersokong kenaikan harga CPO. Para analis memproyeksikan kinerja sektor ini berpotensi tumbuh positif meski tantangan dari pandemi Covid-19 masih membayangi.
Dalam satu minggu terakhir harga sektor CPO cenderung menghijau seiring dengan kenaikan harga CPO. Mengutip Bloomberg, Jumat (5/6), harga CPO kontrak pengiriman Agustus 2020 di Malaysia Derivative Exchange berada di RM 2.348 per metrik ton atau naik 2,44% dalam sepekan lalu.
Analis Panin Sekuritas Juan Oktavianus mengatakan kenaikan harga CPO berpotensi menaikkan rata-rata harga jual emiten CPO. Alhasil, ketika harga jual naik maka kinerja juga berpotensi naik. "Tidak heran, ekspektasi pasar jadi naik ke sektor CPO dan harga terdorong," kata Juan, Jumat (5/6).
Baca Juga: Gapki: Indonesia punya peluang menang di WTO
Analis NH Korindo Sekuritas Meilki Darmawan menambahkan investor kembali melirik saham sektor CPO karena harga CPO global naik. Salah satu sentimen yang membuat harga CPO naik adalah kenaikan stok minyak sawit Malaysia yang diperkirakan akan diimbangi oleh kenaikan ekspor minyak sawit.
Meilki memperkirakan stok minyak sawit Malaysia bulan Mei naik 3,2% secara bulanan. Sementara, ekspor diperkirakan naik 7% secara bulanan.
Namun, Meilki memperkirakan harga rata-rata CPO di tahun ini berpotensi berbalik menurun di rentang RM 2.050 per metrik ton-RM 2.120 per metrik ton. Rentang harga tersebut lebih kecil dibanding rata-rata harga CPO di tahun lalu karena Meilki mengasumsikan terjadi penurunan konsumsi CPO hingga kuartal III-2020. Penyebab konsumsi CPO menurun tidak lain karena ekonomi global lesu.
Baca Juga: Indonesia menyiapkan pengajuan panel ke WTO untuk sengketa CPO dengan Uni Eropa
Senada, Juan mengkhawatirkan sentimen kenaikan harga CPO hanya akan menjadi katalis positif sementara bagi sektor ini. Kembali lagi, pelaku pasar masih menanti seperti apa permintaan konsumsi CPO setelah pandemi Covid-19 berakhir. "Pulih tidaknya konsumsi CPO tergantung kebijakan masing-masing negara dan perkembangan pasien positif korona," kata Juan.
Sementara, Analis Mirae Asset Sekuritas Andy Wibowo Gunawan mengatakan masih sulit untuk memprediksi prospek kinerja sektor CPO di tengah dampak negatif pandemi Covid-19 yang membuntuti. "Kita masih menunggu hingga kuartal II-2020, bila sudah terlihat harga terendah CPO maka baru ada gambaran prospek di sisa tahun ke depan, sejauh ini rata-rata harga CPO berkisar RM 2.500 per metrik ton," kata Andy.
Baca Juga: Petani memperoleh manfaat dari dana pungutan sawit yang dikelola BPDPKS
Tantangan lain yang menghadang kinerja sektor CPO adalah kenaikan pungutan ekspor CPO menjadi US$ 55 per ton dari US$ 50 per ton yang berlangsung sejak 1 Juni.
Meilki melihat kenaikan pungutan ekspor bisa menambah beban biaya perusahaan. Namun di satu sisi kenaikan tersebut bisa menguntungkan sektor CPO domestik.
"Kenaikan pungutan ekspor yang meningkat membuat produksi CPO nasional akan diutamakan untuk konsumsi domestik, khususnya program biodesel," kata Meilki. Dengan begitu, konsumsi domestik berpotensi meningkat dan menguntungkan bagi sektor ini.
Baca Juga: Tak Melulu Negatif, Kenaikan Pungutan Ekspor CPO bisa Berdampak Positif Buat Emiten
Juan juga berharap kenaikan pungutan ekspor bisa diimplementasikan dengan baik untuk mendukung penyerapan CPO domestik seiring dengan adanya program B30.
Namun, Andy mengatakan pungutan ekspor yang naik berpotensi menurunkan daya saing CPO Indonesia dengan Malaysia. "Harga CPO Indonesia berpotensi lebih mahal dan konsumen cenderung memilih CPO dari Malaysia," kata Andy.
Meski begitu, Meilki memandang sektor CPO masih atraktif bagi para investor. Di sektor ini, Meilki menjagokan PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) dan PT PP London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP). menurut Meilki kedua saham tersebut memiliki likuiditas saham dan fundamental perusahaan yang lebih baik dibandingkan kompertitor.
Baca Juga: Tarif pungutan ekspor CPO naik, berikut respons AALI dan SMAR
Meilki memproyeksikan AALI masih mampu catatkan pendapatan sebesar Rp 18 triliun dengan laba bersih Rp 536 miliar. Sementara, LSIP berpotensi memperoleh Rp 3,8 triliun untuk pos pendapatan dan laba bersih sebesar Rp 296 miliar.
Senada, Andy menilai harga saham sektor CPO murah dan dia merekomendasikan beli AALI serta LSIP.
Juan juga menilai saham sektor CPO menarik karena kinerja berpotensi lebih baik dibanding tahun lalu. Juan memproyeksikan rata-rata harga jual CPO di tahun ini berpotensi naik double digit. Harga jual berpotensi naik karena persediaan CPO menipis dan produksi sektor ini berpotensi menurun karena masa replanting.
Baca Juga: Terdampak covid-19, realisasi penyaluran B30 turun 15% dari kondisi normal
Juan menjagokan AALI di sektor ini karena memilihi lahan yang paling luas dan tingkat kesuburan yang paling baik diantara kompetitornya. Selain itu, Juan menilai LSIP juga menarik untuk dikoleksi karena memiliki neraca keuangan yang kuat.
Juan merekomendasikan beli AALI dengan target harga Rp 8.000 per saham dan beli LSIP dengan target harga Rp 1.100 per saham. Jumat (5/6), harga saham AALI turun 0,32% ke Rp 7.850 per saham. Sedangkan harga saham LSIP naik 1,31% ke Rp 775 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News