kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Simak Rekomendasi Saham Sawit dari Analis RHB dan Bahana Sekuritas


Selasa, 22 Maret 2022 / 07:13 WIB
Simak Rekomendasi Saham Sawit dari Analis RHB dan Bahana Sekuritas
ILUSTRASI. Perkebunan kelapa sawit PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI).


Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Yudho Winarto

Sebagai ilustrasi, pada 16 Maret 2022 misalnya, harga CPO di Bursa Derivative Malaysia sebesar MYR 6.899 per ton atau US$ 1.647 per ton.

Pada harga ini, pajak ekspor baru akan dimaksimalkan pada US$ 675 per ton, yang berarti penerimaan bersih hanya US$ 972 per ton yang dihasilkan dari US$ 1.647 dikurangi US$ 675.

Analis Bahana Sekuritas Muhammad Wafi menilai, sebenarnya kebijakan menaikkan pajak ekspor ini tidak lebih baik dari kebijakan DMO dan DPO. Hanya saja, kebijakan ini lebih bisa dikontrol karena sudah diterapkan sebelumnya.

“Emiten biasanya bisa passed on (meneruskan) tarif ke pembeli. Tetapi emiten yang mayoritas ekspor harus bersaing harga dengan eksportir dari Malaysia, terang Wafi kepada Kontan.co.id, Senin (21/3).

Analis RHB Sekuritas Hoe Lee Leng menilai, kebijakan ini akan berdampak sedikit negatif bagi pekebun sawit Indonesia. Berdasarkan kisaran pajak baru, harga realisasi bersih untuk pekebun akan sedikit negatif, berkisar antara -1 hingga -5%, jika dibandingkan antara pungutan pajak saat ini dengan pungutan pajak lama ditambah dampak DMO 30%.

Baca Juga: Pemerintah Janjikan Pasokan Minyak Goreng Curah 14.000 Ton Per Hari

Namun, pekebun Indonesia dengan bisnis hilir seharusnya terdampak lebih minim, karena mereka dapat membeli bahan baku dengan harga lebih rendah, sementara mendapat manfaat dari tarif pajak yang lebih rendah untuk produk olahan.

Dari sisi harga, Wafi menilai tetap ada katalis yang mendukung harga CPO tetap tinggi. Sebab, harga jual dari sisi supply akan tetap tinggi karena adanya faktor tarif ekspor.

Wafi menyebut, kebijakan ini akan lebih positif untuk emiten yang penjualannya dominan oleh pasar domestik seperti PT Perusahaan Perkebunan London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP), dibandingkan dengan emiten yang banyak melakukan ekspor seperti PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI).

Wafi menyematkan rekomendasi beli saham AALI dan LSIP, dengan target harga masing-masing Rp 14.100 dan Rp 2.160.

Sementara Hoe Lee Leng menyematkan rating netral terhadap sektor perkebunan sawit. Sejumlah rekomendasi untuk saham emiten CPO dalam negeri antara lain netral untuk saham AALI dengan target harga Rp 11.820 dan beli LSIP dengan target harga Rp 1.690.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×