kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.468.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.946   -52,00   -0,33%
  • IDX 7.161   -53,30   -0,74%
  • KOMPAS100 1.094   -8,21   -0,74%
  • LQ45 872   -4,01   -0,46%
  • ISSI 216   -1,82   -0,84%
  • IDX30 446   -1,75   -0,39%
  • IDXHIDIV20 540   0,36   0,07%
  • IDX80 126   -0,84   -0,67%
  • IDXV30 136   0,20   0,15%
  • IDXQ30 149   -0,29   -0,20%

Simak Rekomendasi Saham Emiten Big Caps Jagoan Analis Berikut Ini


Minggu, 30 April 2023 / 12:45 WIB
Simak Rekomendasi Saham Emiten Big Caps Jagoan Analis Berikut Ini


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Deretan emiten dengan kapitalisasi pasar (market cap) terbesar per kuartal pertama 2023 tak banyak mengalami pergeseran. PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) masih menduduki posisi puncak market cap terbesar di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Merujuk statistik bulanan BEI per Maret 2023, BBCA memiliki market cap setara Rp 1.067,87 triliun. Ranking kedua emiten berkapitalisasi pasar jumbo (big caps) diisi oleh PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) dengan market cap senilai Rp 709,70 triliun.

Menyeruak di posisi ketiga ada PT Bayan Resources Tbk (BYAN). Market cap emiten batubara milik konglomerat Low Tuck Kwong ini setara Rp 692,50 triliun. BYAN bahkan sempat mengangkat Low menjadi orang terkaya di Indonesia.

Sebagai catatan, per Desember 2022, BYAN memang sudah menjadi emiten dengan market cap terbesar ketiga di BEI. Namun, jika dibandingkan dengan Maret 2022, posisi BYAN pada saat itu masih ada di peringkat 10 dengan market cap senilai Rp 144,5 triliun.

Baca Juga: Penyaluran Kredit BNI (BBNI) Diramal Terus Tumbuh, Begini Rekomendasi Sahamnya

Selain tiga besar itu 10 besar emiten dengan market cap terbesar per Maret 2023 secara berurutan dihuni oleh PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI), PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM), PT Astra International Tbk (ASII), PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA), PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI), PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR), dan PT H.M Sampoerna Tbk (HMSP).

Head of Investment Information Mirae Asset Sekuritas, Roger MM, mengamati pergerakan harga saham maupun kinerja emiten big caps umumnya sejalan dengan arah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan pertumbuhan ekonomi. Rangking big caps bisa berubah saat terjadi rotasi sektoral.

"Ketika salah satu sektor sedang diuntungkan kondisi global seperti yang terjadi pada batubara, maka muncul emiten-emiten yang secara fundamental baik karena didukung kondisi saat itu," kata Roger kepada Kontan.co.id, Selasa (25/4).

Selain batubara pada tahun lalu, emiten-emiten teknologi dan bank digital sempat melejit ke papan atas emiten big caps. Hal itu terjadi ketika rotasi memoles kinerja sektor tersebut sekitar tahun 2020-2021.

Roger mengatakan, emiten yang mantap menghuni papan atas big caps adalah perusahaan dengan rekam jejak kinerja bisnis yang stabil. Seperti konsistensi yang ditunjukkan oleh empat bank terbesar BBCA, BBRI, BMRI dan BBNI, serta TLKM dan ASII.

Rekomendasi Saham

Meski memiliki rekam jejak kinerja dan prospek bisnis yang apik, tapi Roger mengingatkan kenaikan harga saham big caps tidak akan sesignifikan saham lapis dua. Dus, saham-saham big caps umumnya lebih cocok sebagai pilihan investasi jangka panjang.

Investment Analyst Infovesta Kapital Advisori Fajar Dwi Alfian memandang sepanjang tahun berjalan ini, saham-saham big caps relatif diuntungkan oleh volatilitas pasar yang cukup kencang. Di tengah volatilitas dan sentimen risk-off, investor cenderung mengoleksi saham big caps karena dianggap lebih aman.

"Selain itu, memang kinerja fundamental emiten big caps cukup positif. Dalam jangka pendek, di tengah volatilitas pasar yang masih cukup tinggi, saham-saham big caps masih menarik dikoleksi," ujar Fajar.

Baca Juga: Ekspansif, RHB Sekuritas Naikkan Target Harga Erajaya (ERAA)

Pengamat Pasar Modal dan Founder WH Project, William Hartanto, menimpali posisi market caps emiten tidak selalu berkaitan dengan nilai transaksi atau minat pasar terhadap sahamnya. Sentimen yang melingkupi saham pada momentum tertentu juga menjadi penentu.

Contohnya dalam beberapa waktu belakangan ini, pembagian dividen menjadi sentimen penggerak sebagian saham big caps.

"Sehingga mengalami kenaikan nilai transaksi. Sedangkan untuk saham yang belum atau tidak membagikan dividen, nilai transaksinya relatif lebih rendah," kata Wiliam.

Ketika ingin masuk ke saham bigc aps, William menyarankan untuk tetap mencermati tren. Terhadap saham-saham big caps ini, William merekomendasikan buy BBCA, BBRI, BMRI, TLKM, dan UNVR. Kemudian wait and see untuk saham ASII dan BYAN.

 

Sedangkan Roger menjagokan saham big caps di sektor perbankan dan telekomunikasi. Hasil kinerja BMRI dan BBNI pada kuartal pertama 2023 yang membukukan laba positif menjadi katalis pendukung.

"Pilihan investasi di big caps tetap memperhatikan faktor stabilitas kinerja dengan melihat historikal. Saat ini kami memberikan rating overweight di dua sektor yakni telekomunikasi dan banking," imbuh Roger.

Fajar memilih BBCA, BMRI dan BBRI untuk investasi jangka panjang. Sedangkan untuk jangka pendek, saham TLKM, ASII dan PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) menarik dilirik.

"Investor asing juga cukup gencar masuk ke saham-saham ini," tandasnya.

Sementara itu, CEO Edvisor.id Praska Putrantyo memberikan catatan, bahwa saham-saham big caps umumnya sudah mengalami kenaikan harga yang cukup signifikan. Sehingga investor perlu memperhatikan market timing saat ingin masuk.

Strateginya bisa memanfaatkan momentum koreksi atau dengan cara membeli bertahap (averaging down). Apalagi jika fokus pada investasi jangka panjang, untuk mengantisipasi koreksi saham akibat risiko fluktuasi pasar saham di jangka pendek. 

"Penggunaan momentum market timing juga disarankan agar dapat meminimalkan risiko pembalikan arah pasar, sehingga investor dapat melakukan averaging down," kata Praska.

Menurut Praska, saham big caps yang bisa dipertimbangkan untuk time to buy atau hold adalah TLKM, ASII, MDKA, PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO), PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT), dan PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF).

"Tren harga yang belum mengalami apresiasi signifikan serta prospek fundamental bagus, menjadi katalis pendukung. Di samping saham-saham tersebut juga memiliki tingkat likuiditas yang relatif besar," pungkas Praska.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×