Reporter: Achmad Jatnika | Editor: Noverius Laoli
Timorhy melihat, hingga saat ini neraca perseroan terus menguat dengan kas yang tersedia pada semester I 2021 mencapai US$ 426,5 juta, atau naik 47,4% yoy, serta memiliki hutang berbunga relatif rendah di angka US$ 608 ribu pada semester I/2021, sehingga membuat net gearing perseroan berada di posisi net cash.
Hal tersebut seiring dengan rencana perseroan untuk membangun 2 proyek besar RKEF dan HPAL yang akan memakan biaya hingga USD4 miliar. Sehingga, perseroan dapat menggunakan cadangan kas untuk mendanai sebagian dari proyek tersebut.
Timothy merekomendasikan beli dengan target harga Rp 6.100 per saham, mengindikasikan EV/EBITDA 11,5x di tahun 2022. Hal ini menurutnya didorong oleh proyeksi peningkatan kapasitas INCO yang dapat meningkat hingga tiga kali lipat pada tahun 2027.
Selain itu, pembangunan perseroan yang ramah lingkungan demi menurunkan karbon emisi akan semakin menarik di tengah tingginya perhatian investor akan ESG.
Akan tetapi, risiko terdapat dari pembangunan HPAL dan RKEF dinilai merupakan proyek jangka panjang dengan biaya yang tinggi di tengah volatilitas harga nikel, serta produksi nikel dalam matte perseroan yang menurun tahun 2021 juga berpotensi stagnan di tahun 2022.
Selanjutnya: Harga Terus Melambung Tinggi, Produsen Minerba Lanjutkan Ekspansi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News