Reporter: Kenia Intan | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pandemi Covid-19 tidak serta merta mengerek kinerja emiten yang berkaitan dengan sektor kesehatan. Beberapa emiten sektor kesehatan khususnya emiten non-farmasi menunjukkan adanya tekanan dari sisi pendapatan.
Misalnya, PT Prodia Widyahusada Tbk (PRDA) yang mengalami penurunan pendapatan hingga 2,97% year on year (yoy) menjadi Rp 1,2 triliun dari sebelumnya Rp 1,24 triliun. Akan tetapi, bottom line PRDA masih mampu terkerek hingga 1,08% yoy menjadi Rp 122,28 miliar.
Peningkatan laba tahun berjalan itu tertolong beban usaha PRDA yang mengalami penurunan hingga 13,13% yoy menjadi Rp 533,54 miliar dari sebelumnya Rp 614,18 miliar.
Manajemen PRDA menjelaskan, penurunan beban usaha itu didukung upaya efisiensi tanpa mengurangi kualitas pelayanan dan produk tes laboratorium yang diberikan.
Menurut catatan Kontan.co.id, hanya PT Itama Ranoraya Tbk. (IRRA) yang sejauh ini mampu mencatatkan pertumbuhan baik dari sisi top line maupun bottom line. Pendapatan emiten distributor alat kesahatan itu meningkat menjadi Rp 141 miliar atau naik 9,39% yoy. Sementara laba bersihnya tercatat Rp 35,47 miliar atau naik 474,88% yoy.
Baca Juga: Prospek industri farmasi dan obat herbal pada kuartal IV 2020
Mengutip catatan Kontan.co.id sebelumnya, kenaikan pendapatan itu ditopang oleh pertumbuhan alat kesehatan non-elektromedik (alat suntik) hingga 19,3% year on year (YoY) menjadi Rp 33,14 miliar. Selain itu, produk diagnostic in vitro juga bertumbuh 6,5% YoY menjadi Rp 107,77 miliar.
Kepada Kotan.co.id, Direktur PT Itama Ranoraya Tbk Pratoto Raharjo sempat menjelaskan, ke depannya permintaan jarum suntik akan meningkat seiring dengan vaksinisasi Covid-19.
Melihat potensi permintaan yang tinggi, sister company OneJect akan merealisasikan peningkatan kapasitas pabrik baru di Cikarang tahap I. Tambahan kapasitas produksi mencapai 500 juta unit per tahun. "Mulai Januari akan full capacity, sehingga bisa memasok tidak hanya Indonesia tetapi juga ekspor," jelas Direktur PT Itama Ranoraya Tbk Pratoto Raharjo kepada Kontan.co.id akhir Oktober 2020.
Adapun peluang permintaan ini diperkuat kualitas produk jarum suntik IRRA yang sudah tersertifikasi WHO dan memiliki tingkat komponen dalam negeri (TKDN) hingga 60%.
Saham disarankan buy on weakness
Kendati kinerjanya masih dibayang-bayangi pandemi Covid-19, Analis Sucor Sekuritas Indonesia, Hendriko Gani menyarankan untuk buy on weakness saham PRDA dengan target harga Rp 2.900 hingga Rp 3.000, Adapun target harganya berada di Rp 3.180 hingga Rp 3.200.
Asal tahu saja, hingga penutupan perdagangan Jumat (6/11) harga saham PRDA berada di Rp 3.050. Harga itu sudah menguat 8,93% sejak sebulan yang lalu. Akan tetapi, jika ditarik sejak awal tahun harga saham PRDA terkikis 15,75%.
"Untuk PRDA secara tren baru saja menembus downtrendline-nya dan berusaha menembus resisten 3.180 hingga 3.200 pada perdagangan Jumat kemarin," jelas Hendriko ketika dihubungi Kontan.co.id, Minggu (8/11).
Lebih lanjut ia menjelaskan, PRDA secara teknikal berpotensi menguat apabila PRDA dapat bertahan di atas level support 2.920 hingga 3.000 dengan resistance pada 3.180 hingga 3.200. "Sentimen yang bisa menjadi katalis penggerak PRDA adalah semakin pedulinya masyarakat terhadap kesehatan," imbuhnya lagi.
Sementara untuk IRRA, Hendriko mengamati pergerakannya mulai berada di fase sideways dengan range 845 hingga 905 membentuk pola rectangle yang merupakan pola continuation. IRRA masih berpotensi menguat sepanjang tidak menembus level support-nya pada 845.
Baca Juga: Pemerintah akan suntikkan dana PMN Rp 2 triliun ke Biofarma pada tahun ini
"Katalis IRRA adalah kebutuhan jarum suntik untuk distribusi vaksin yang diprediksi dapat mengangkat penjualan IRRA," jelas Hendriko. Ia pun merekomendasikan buy on weakness IRRA di Rp 845 dengan target harga Rp 905.
Sementara itu, Analis MNC Sekuritas Herditya Wicaksana mengamati, emiten PRDA memang sempat menguat 3,7% di akhir pekan lalu. Diikuti dengan tekanan beli yang cukup tinggi dan membentuk gap dari perdagangan hari sebelumnya. Apabila dicermati secara indikator, masih ada peluang PRDA untuk menguat namun diperkirakan cukup terbatas.
"Untuk hal ini pelaku pasar dapat merealisasikan profit terlebih dahulu dan bisa menunggu kembali nantinya," jelas Herditya kepada Kontan.co.id, Minggu (8/11).
Adapun untuk IRRA, lanjut Herditya, secara indikator emiten tersebut sudah rentan untuk koreksi. Ada baiknya pelaku pasar merealisasikan keuntungandan tunggu waktu kembali untuk masuk.
Sekadar informasi, pada Jumat (8/11) harga saham IRRA berada di Rp 865. Sejak awal tahun harga saham itu menguat hingga 33,08%. Akan tetapi, sepekan terakhir harga sahamnya tercatat melorot hingga 1,70%.
Selanjutnya: Omni Hospitals (SAME) akan mengakuisisi saham EMC milik EMTK senilai Rp 1,25 T
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News