Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja emiten produsen semen di tahun 2023 diprediksi masih akan positif menyusul sejumlah sentimen positif yang terjadi di tahun ini.
Analis Mirae Asset Sekuritas Emma A. Fauni mengatakan, hambatan berarti untuk industri semen di tahun 2023 telah berlalu, seiring adanya normalisasi harga batu bara yang menurunkan biaya operasional para emiten produsen semen.
“Hambatan pertumbuhan industri semen sudah berlalu, seperti harga batubara yang tinggi. Namun, masih ada kemungkinan pertumbuhan ekonomi yang lebih buruk dari ekspektasi,” ujarnya dalam acara Media Day: June 2023 - Cementing Positive Pathway for Indonesia: Cement Industry Outlook di Jakarta, Kamis (8/6).
Emma mengatakan, oversupply semen di tahun 2023 masih akan terjadi, layaknya dalam 10 tahun ke belakang ini. Tahun ini, utilization rate masih ada di kisaran 54%. Sementara, kalau mau optimal dan tidak terjadi over supply, utilization rate harus berada di atas 70%.
Baca Juga: Emiten Ramai Cari Dana dari Rights Issue, Saham Mana yang Layak Dilirik?
“Penyebab oversupply ini karena banyaknya pemain baru, sehingga kompetisinya cukup ketat. Banyaknya pembangunan pabrik semen baru juga membuat oversupply makin parah,” tuturnya.
Namun, Emma melihat, kondisi itu akan membaik secara struktural di tahun 2023. Sebab, pemerintah sudah melakukan moratorium untuk industri semen yang bisa membatasi pertambahan kapasitas produksi semen di Indonesia.
“Kebijakan ini tidak akan mengurangi oversupply, tetapi akan meningkatkan utilization rate ke depannya,” paparnya.
Dari segi permintaan, kata Emma, pertumbuhannya tidak akan terlihat banyak di tahun ini.
“Earnings bertambah bukan karena pertambahan permintaan, tetapi karena penurunan harga batubara yang menyebabkan penurunan cost,” ungkapnya.
Sentimen positif di industri semen pada tahun 2023 ini membuat kinerja saham emiten produsen semen setidaknya ikut terkerek, terutama PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. (SMGR), dan PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. (INTP).
Emma mengatakan, sejauh ini SMGR telah mengamankan 100 persen dari kuota batubara dengan harga Domestic Market Obligation (DMO) US$ 90 per ton, sehingga pertumbuhan labanya tidak akan maksimal.
Namun, SMGR memiliki kapasitas produksi terbesar dengan mencapai 42 persen dari kapasitas nasional. Sementara, pangsa pasar SMGR mencapai 49% dari pangsa pasar nasional.
Selain itu, SMGR juga memiliki portofolio yang terdiversifikasi dengan adanya pabrik yang tersebar di seluruh Indonesia. Produk yang disediakan SMGR juga bervariasi ditambah dengan adanya konsolidasi dari SMCB dan SMBR.
“SMGR juga melakukan upaya deleveraging selama beberapa tahun ini untuk menurunkan biaya keuangan,” katanya.
Baca Juga: Indosat Masih Bisa Mengerek Harga, Intip Rekomendasi Saham ISAT
Dia memperkirakan pendapatan SMGR akan tumbuh 7,2% menjadi Rp 39 triliun pada 2023. Sementara, laba diperkirakan tumbuh 27,27% menjadi Rp 3,01 triliun di tahun 2023.
Di sisi lain, INTP yang baru memasang target mengamankan 75% batubara dengan harga DMO, sehingga berpotensi memperoleh pertumbuhan laba yang lebih besar berkat efisiensi.
Pangsa pasar dari INTP juga hanya sepertiga dari pangsa pasar SMGR. Namun, INTP mampu mencatatkan kinerja yang lebih efisien dengan return on equity (ROE) mencapai 12,3%, dan nett margin 13,7%.
Capaian tersebut lebih tinggi dari SMGR yang mencatatkan ROE 6%, dan net margin 7,7%.
“INTP juga secara konsisten dapat menjaga posisi arus kas bersihnya lantaran tidak memiliki utang berbunga, sehingga beban keuangan menjadi lebih ringan,” tuturnya.
Pendapatan INTP diperkirakan tumbuh 9,82% menjadi Rp 17,93 triliun pada 2023. Kemudian laba diperkirakan tumbuh 33,17% menjadi Rp 2,45 triliun.
Emma merekomendasikan buy untuk saham SMGR dan INTP dengan target harga masing-masing Rp 8.500 dan Rp 14.000 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News