Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pada perdagangan hari ini, Indeks Harga saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah 0,70% ke level 5.871,954. Pelemahan hari ini melengkapi pergerakan indeks yang telah melemah 6,59% dalam sepekan. Jika sentimen negatif ini berlanjut, maka tidak menutup kemungkinan jika IHSG akan turun hingga menyentuh level 5.524 – 5.557 sampai akhir kuartal I-2020.
Bahkan, secara year-to-date (ytd), IHSG telah melemah 6,53% . Secara ytd investor asing pun kabur dari pasar saham domestik hingga mencatatkan net sell asing hingga Rp 1,37 triliun di pasar regular.
Baca Juga: Analis: Penyelesaian kasus Jiwasraya dan Asabri jadi juru selamat bagi IHSG
Analis Panin Sekuritas William Hartanto mengamini bahwa IHSG sedang dalam fase melemah (bearish). Sebab saat ini IHSG sudah berada di level 5.871,954 atau di bawah level support bulanan di level 5.940. “Walaupun konfirmasinya masih menunggu sampai akhir bulan ini,” ujar William kepada Kontan.co.id, Kamis (13/2).
William melanjutkan, investor akhirnya melarikan dananya dari pasar saham dan mengurangi transaksi di pasar saham. Hal ini terlihat dari sepinya transaksi yang terjadi belakangan ini. Hal ini disebabkan investor masih mewaspadai kasus-kasus reksadana Asabri dan Jiwasraya.
Senada, Analis OSO Sekuritas Sukarno Alatas menilai, saat ini IHSG masih menghadapi banyak sentimen negatif baik dari eksternal maupun internal. Tekanan dari global seperti perang dagang, isu geopolitik AS-Iran, hingga merebaknya virus corona terus menghambat laju IHSG.
Hari ini saja, virus yang diduga berasal dari kelalawar ini telah menewaskan 242 orang. Jika ditotal, maka jumlah korban jiwa akibat kasus ini mencapai 1.363 orang. Padahal, virus corona baru muncul pada akhir Desember 2019 silam. Sementara dari domestik, pasar saham tanah air digempur oleh kasus yang menimpa Asabri dan Jiwasraya.
Baca Juga: Nasib reksadana campuran bergantung pada pergerakan IHSG dan virus corona
Gempuran sentimen ini mengakibatkan meningkatnya tekanan jual (forced sell) di pasar saham dan membuat investor beralih ke instrumen yang risikonya lebih kecil seperti obligasi. “Pasar sekarang cenderung wait and see dulu. Terlihat volume transaksi turun drastis jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu,” ujar Sukarno kepada Kontan.co.id, Kamis (13/2).