kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45927,64   6,18   0.67%
  • EMAS1.325.000 -1,34%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Si jangkung Serpong yang makin memikat


Sabtu, 27 Januari 2018 / 09:00 WIB
Si jangkung Serpong yang makin memikat


Reporter: Wuwun Nafsiah | Editor: S.S. Kurniawan

KONTAN.CO.ID - Serpong masih menjadi magnet bagi para pencari hunian di  sekitar Jakarta dan Tangerang. Bukan cuma rumah tapak, apartemen di kawasan ini pun jadi incaran.

Pesatnya perkembangan di kawasan Barat Jakarta ini menjadi salah satu alasannya. Maka, tak hanya pengembang lokal, perusahaan properti asing pun berlomba-lomba masuk ke Serpong.

Terbaru, Country Garden. Pengembang asal China ini masuk ke Serpong dengan menggandeng Sinarmas Land. Pertengahan bulan lalu, mereka meluncurkan Sky House BSD+, apartemen di Kawasan Ekonomi Terpadu BSD City.

Ini sekaligus proyek pertama perusahaan properti yang tercatat di Bursa Efek Hong Kong tersebut di Indonesia. Kelak, Sky House BSD+ punya 12 tower yang berdiri di atas lahan seluas 8,3 hektare, persis di sebelah AEON Mall.

Hunian jangkung ini menawarkan konsep smart living. Misalnya, memiliki intercom system, car plate recognition system.

Sebelumnya, ACT Holding dari Singapura lebih dulu menancapkan kuku di Serpong. Berkongsi dengan PT Graha Indah Semesta, mereka membangun apartemen di Alam Sutera bertajuk Cambio Lofts. Pembangunan fisik dua menara apartemen ini mulai Mei tahun lalu.

Lie Min, Principal Promex Serpong Boulevard -perusahaan broker properti- mengatakan, pasar apartemen di Serpong kini semakin menarik. Sebab, banyak pengembang menggarap proyek high rise, mengingat harga tanah di daerah ini sudah cukup mahal.

Pengembang utama apartemen di Serpong, sebut saja, PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE), PT Summarecon Agung Tbk (SMRA). dan PT Alam Sutera Realty Tbk (ASRI). Belum lagi beberapa pengembang dengan luas lahan lebih kecil. “Lalu, ada juga beberapa pengembang asing, seperti Country Garden,” kata Lie.

Masing-masing pengembang memilih lokasi berbeda dengan mengusung konsep tersendiri. Ini yang memberi banyak pilihan bagi konsumen dan investor sesuai kebutuhan mereka.

Apartemen Serpong Garden contohnya, merupakan proyek transit oriented development (TOD) di Stasiun KRL Commuter Line Cisauk. Kemudian,  Marigold di NavaPark, BSD City mengusung konsep sebuah taman yang besar.

Terus meningkat

Meski harga unit terbilang tinggi, menurut Lie, peminat apartemen di Serpong tetap besar. Rata-rata harga hunian pencakar langit di daerah ini Rp 13 juta–Rp 15 juta per meter persegi (m²). Sementara untuk kawasan premium seperti di pusat bisnis, harganya Rp 20 juta–Rp 30 juta per m².

Memang, banyak yang mengeluhkan mahalnya harga apartemen di Serpong. “Tapi, kalau datang ke Serpong, kita akan tahu, daerah ini merupakan central business district (CBD), kota baru yang berkembang pesat,” ujar Lie.

Perkembangan properti yang cepat di Serpong membuat harga hunian juga terus meningkat. Selain wilayah bisnis, Serpong juga diserbu pembangunan pusat belanja. Misal, AEON Mall dari Jepang dan Lulu Hypermart asal Uni Emirat Arab.

Jika kota terus berkembang, harga apartemen tentu terus naik. Hanya, Lie mengungkapkan, pertumbuhan harga melambat dalam dua tahun–tiga tahun terakhir. Tetapi, potensi pertumbuhan harga apartemen masih cukup menjanjikan, berkisar 8%–10% per tahun.

Hartono Sarwono, Ketua  Asosiasi Real Estate Broker Indonesia (AREBI), menuturkan, ada beberapa faktor yang membuat masyarakat memilih apartemen dibanding rumah. Salah satunya, untuk investasi.

Nah, apartemen di kawasan Serpong, menurut Hartono, menarik untuk investasi lantaran perkembangan kotanya yang sangat cepat. “Dengan pembangunan yang begitu pesat, memang sudah saatnya pengembang apartemen masuk ke wilayah Serpong,” imbuhnya.

Ferry Salanto, Senior Associate Director Research Colliers International Indonesia, menyebutkan, Serpong sudah mature atau cukup berkembang sehingga menarik banyak pengembang asing. Seiring pembangunan daerahnya, kalangan menengah di Serpong juga tumbuh pesat.

Sebab, daerah mature memang memberi banyak akomodasi untuk kalangan menengah ke atas. Karena itu , ujar Ferry, pengembang berani mematok harga tinggi.

Sementara bagi pengembang besar, pembangunan rumah tapak membutuhkan lahan luas. Padahal, lahan kosong di tengah kota Serpong meskipun masih banyak, sudah enggak cukup luas untuk rumah tapak.

Bisa naik 15%

Hasan Pamudji, Senior Associate Director Professional Consultancy Knight Frank Indonesia, mengatakan, sebagian besar masyarakat memang lebih memilih perumahan dibanding apartemen. Apalagi jika melihat kenaikan harga apartemen yang hampir menyusul harga rumah.

Bagi pembeli hunian pertama, rumah jelas lebih menarik. Meski begitu, bukan berarti pasar apartemen tergerus.

Tingginya harga lahan di lokasi-lokasi strategis memaksa pengembang untuk membangun apartemen. Sedang buat pembeli, apartemen bisa menjadi pilihan rumah kedua.

Misalnya, orangtua yang mengirim anak sekolah di kawasan Serpong. Maklum, banyak sekolah bertaraf internasional hingga kampus besar di daerah itu.

Betul, Ferry melihat, peminat apartemen lebih mempertimbangkan lokasi. Di samping itu, apartemen juga bisa dipakai sebagai instrumen investasi serta lebih mudah disewakan dibanding rumah tapak.

Tahun ini, Ferry memperkirakan, pertumbuhan harga apartemen belum bisa terlalu tinggi mengingat ada hajatan politik, pemilihan kepala daerah serentak, yang biasanya membuat investor cenderung wait and see. Apalagi, kondisi ekonomi yang menekan sektor properti juga belum membaik.

Tapi, dua hingga tiga tahun ke depan, ketika pasar sudah normal, harga apartemen bisa naik 10% per tahun. “Tahun ini mungkin hanya 5%-6%,” sebut Ferry.

Hasan pun menilai, kenaikan harga apartemen saat ini tidak bisa terlalu tinggi. Terlebih, jika melihat harga sudah mencapai Rp 20 juta per m², dengan persaingan pengembang yang semakin ketat.

Cuma, kenaikan harga akan tergantung dari proyeknya dan progres perkembangan infrastruktur sekitarnya. Untuk proyek baru, Hasan masih optimistis, kenaikan harga bisa mencapai 10%–15% per tahun.

Tapi tentu, kenaikan harga tergantung dari penjualan. Jika apartemen sepi peminat, maka harga juga tidak bakal naik tinggi, demikian juga sebaliknya. “Secara preferensi, orang lebih memilih Serpong dibanding daerah lain di sekitar Jakarta,” lanjut dia.

Dengan populasi yang semakin meningkat, potensi proyek komersial di Serpong juga semakin tinggi. Terlihat juga beberapa perusahaan sudah menindahkan kantornya ke wilayah Serpong, seperti PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR).

Bagi pembeli apartemen dengan tujuan investasi, Ferry menyarankan, untuk memperhatikan potensi pasarnya. Setidaknya, pembeli mencari tahu, bagaimana potensi sewa sesuai fasilitas, lokasi, dan faktor lainnya.

Sementara jika pembelian apartemen untuk hunian sendiri, salah satu yang harus jadi perhatian ialah lingkungan serta tipikal pembeli lain, apakah sesuai dengan keinginan. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Trik & Tips yang Aman Menggunakan Pihak Ketiga (Agency, Debt Collector & Advokat) dalam Penagihan Kredit / Piutang Macet Managing Customer Expectations and Dealing with Complaints

[X]
×