kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.508.000   10.000   0,67%
  • USD/IDR 15.930   -61,00   -0,38%
  • IDX 7.141   -39,42   -0,55%
  • KOMPAS100 1.095   -7,91   -0,72%
  • LQ45 866   -8,90   -1,02%
  • ISSI 220   0,44   0,20%
  • IDX30 443   -4,74   -1,06%
  • IDXHIDIV20 534   -3,94   -0,73%
  • IDX80 126   -0,93   -0,74%
  • IDXV30 134   -0,98   -0,72%
  • IDXQ30 148   -1,09   -0,73%

Sepuluh Tahun Era Jokowi, Imbal Hasil Investasi Obligasi Tumbuh Signifikan


Jumat, 18 Oktober 2024 / 16:58 WIB
Sepuluh Tahun Era Jokowi, Imbal Hasil Investasi Obligasi Tumbuh Signifikan
ILUSTRASI. Investasi di surat utang paling menguntungkan selama era pemerintahan Jokowi


Reporter: Nova Betriani Sinambela | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Selama 10  tahun pemerintahan Jokowi, Indonesia telah mengalami perkembangan dalam berbagai aspek, termasuk infrastruktur, ekonomi, bahkan investasi. 

Dalam riset yang dilakukan oleh KONTAN, berdasarkan data Bloomberg, obligasi menjadi instrumen investasi yang paling mencolok. Di mana, imbal hasil instrumen obligasi korporasi tumbuh 154,53% dan sekitar 120,43% untuk Surat Berharga Negara (SBN). 

Rinciannya, harga IBPA Total Return Obligasi SBN (31/10) mencatat angka 385,684, yang menunjukkan kenaikan 120,43% dibandingkan dengan harga awal pemerintahan Jokowi yang sebesar 174,964 pada 28 November 2014. 

Di periode yang sama, harga IBPA Total Return Obligasi Korporasi 154,53% menjadi 452,553 dari 177,79 pada 28 November 2014.

Analis dan Direktur PT Laba Forexindo Berjangka menjelaskan bahwa kinerja obligasi yang baik dipicu oleh banyaknya surat utang yang diterbitkan untuk mendanai pembangunan infrastruktur seperti transportasi, jalan tol, bahkan Ibu Kota Nusantara (IKN). 

Baca Juga: Strategi Manajer Investasi Kelola Reksadana Pasar Uang Usai Suku Bunga BI Ditahan

Selain itu sifat obligasi yang menawarkan imbal hasil tetap, dan lebih tinggi dibandingkan deposito, dengan risiko yang relatif rendah karena dijamin oleh undang-undang, membuat obligasi menarik bagi investor besar maupun ritel. 

"Sehingga surat utang yang diterbitkan pemerintah laku, ditambah kondisi suku bunga yang tinggi mendorong pasar membeli obligasi," ucap Ibrahim kepada KONTAN, Kamis (17/10). 

Ibrahim juga menyoroti saham menjadi investasi yang tumbuh cukup baik. Saat ini jumlah investor saham mencapai 14 juta, artinya banyak masyarakat yang melek terhadap investasi di saham. 

Perencana Keuangan dari Finansia Consulting, Eko Endarto mencermati sepanjang 10 tahun terakhir emas menjadi instrumen yang paling moncer. 

"Emas karena di saat kondisi global sedang tidak stabil. Investor menahan diri untuk menjaga portofolio-nya dan melakukan safe haven  dengan menyimpan emas untuk sementara," kata Eko kepada KONTAN, Kamis (17/10). 

Mengutip Bloomberg harga emas spot telah naik 83% per 31 Oktober 2024 menjadi US$ 2.697,2 per ons troi, dibanding harga emas di 31 Desember 2018 yang hanya US$ 1.482,2 per ons troi.

Untuk harga emas Antam, pada awal pemerintahan Jokowi harga emas Antam Logam Mulia ini berada di level Rp 485.000 per gram, dan mengalami kenaikan 208% menjadi Rp 1,503 juta pada 18 Oktober 2024.

Sementara untuk rupiah, Eko menilai kinerjanya tidak begitu spektakuler karena masih sesuai komitmen pemerintah yaitu kisaran Rp 15.000 per dolar AS. 

Ke depannya, dari semua investasi, Ibrahim memproyeksi Obligasi masih akan eksis karena visi pemerintahan baru untuk melanjutkan proyek Jokowi. 

"Pemerintahan Prabowo-Gibran itu investasinya ke infrastruktur juga karena melanjutkan. Apalagi jika pembangunan IKN akan dilanjutkan maka membutuhkan dana yang besar," lanjut Ibrahim.

Baca Juga: Reksadana Pasar Uang Masih Jadi Andalan Saat Suku Bunga Acuan Ditahan

Di sisi kali Eko mengatakan di era Prabowo investasi tentu masih menjanjikan, tetapi investor tetap perlu berhati-hati terhadap kondisi makroekonomi global dan domestik. 

"Sementara Emas bisa menjadi alternatif investasi yang baik sembari menunggu stabilitas kondisi pasar," kata Eko. 

Eko juga mengingatkan untuk menyesuaikan produk investasi dengan tujuan finansial dan melakukan diversifikasi. 

Untuk investor konservatif, menurut Eko bisa masuk ke deposito dan reksadana pasar uang dengan komposisi maksimal 30%. Kemudian saham atau emas sekitar 30% dan sisanya bisa ke obligasi atau properti. 

Sementara, investor moderat, baiknya 40% di obligasi atau emas dan 30% ke saham atau kripto. Sedangkan sisanya untuk menjaga likuiditas di pasar uang dan deposito. 

Adapun investor agresif, lanjut Eko, bisa mengalokasikan dana sampai 50% di saham, kripto, atau properti. Sedangkan 40% di emas, dan sisanya di deposito atau pasar uang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×