Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rupiah mampu menorehkan kinerja apik dalam sepekan terakhir. Pada Jumat, (27/11), rupiah di pasar spot berhasil mencatatkan penguatan tipis 0,07% ke Rp 14.090 per dolar Amerika Serikat (AS). Dengan kinerja tersebut, jika dihitung dalam sepekan, rupiah di pasar spot telah berhasil menguat 0,56%.
Kinerja rupiah rupiah di kurs tengah Bank Indonesia (BI) dalam sepekan terakhir rupanya juga sama baiknya. Walaupun rupiah ditutup melemah 0,11% ke Rp 14.145 per dolar AS pada hari ini, namun dalam seminggu terakhir mata uang Garuda ini masih mencatatkan penguatan 0,58%.
Analis Global Kapital Investama Alwi Assegaf menerangkan, dalam sepekan ini pergerakan rupiah cenderung dipengaruhi oleh meningkatnya sentimen risk-on di tengah optimisme pasar mengenai vaksin. Setidaknya ada tiga perusahaan, yakni Pfizer-Biontech, Moderna dan AstraZeneca, yang vaksinnya dinyatakan lebih dari 90% efektif setelah uji klinis.
“Sentimen risk-on tersebut berhasil menarik dana asing ke dalam negeri. Sepanjang pekan ini di pasar saham Indonesia investor asing melakukan aksi beli bersih hingga Rp 543 miliar di pasar reguler,” terang Alwi ketika dihubungi Kontan.co.id, Jumat (27/11).
Baca Juga: Rupiah ditutup menguat tipis 0,07% pada perdagangan hari ini
Lebih lanjut, Alwi menyebut sentimen risk on juga semakin meningkat setelah presiden AS Donald Trump akhirnya membuka pintu pada transisi ke pemerintahan presiden terpilih Joe Biden. Di satu sisi, dolar AS yang memang sedang tertekan dalam beberapa waktu terakhir turut menguntungkan pergerakan rupiah untuk menguat.
Pada sepekan ke depan, Alwi memperkirakan sentimen risk on masih akan berlanjut seiring berita mengenai vaksin masih akan menjadi salah satu sentimen penggerak pasar. Selain itu, pada pekan depan diperkirakan akan ada berita seputar stimulus yang berpotensi akan menguntungkan aset berisiko seperti rupiah jika pembahasannya positif.
“Sementara prospek dolar AS masih tertekan seiring lonjakan virus corona terus bertambah diiringi sektor tenaga kerja yang masih lemah. Ini memungkinkan The Fed dan pemerintah AS untuk menggelontorkan stimulus lebih banyak, baik moneter maupun fiskal. Lalu dari dalam negeri ada beberapa yang menjadi sentimen buat rupiah, seperti PMI dan data inflasi,” pungkas Alwi.
Baca Juga: IHSG menguat 3,80% dalam sepekan disokong masuknya dana asing
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News