kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45897,60   5,02   0.56%
  • EMAS1.332.000 0,60%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sentimen perang dagang menekan harga tembaga


Rabu, 31 Juli 2019 / 21:45 WIB
Sentimen perang dagang menekan harga tembaga


Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tren penurunan harga tembaga diprediksi masih akan berlanjut seiring dengan masih berlanjutnya ancaman perang dagang di pasar global, khususnya perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China. 

Berdasarkan data Bloomberg, tembaga kontrak tiga bulan di London Metal Exchange (LME) turun 1,16% pada perdagangan Rabu (31/7) US$ 5.948 per metrik ton, dari hari sebelumnya US$ 6.018 per metrik ton. Sejak 31 Januari 2019, harga tembaga tercatat sudah koreksi 3,58%.

Baca Juga: Produksi tambang bawah tanah Freeport lebih besar ketimbang open pit

Analis Central Capital Futures Wahyu Tribowo Laksono mengatakan, ancaman perang dagang cenderung masih memberikan sentimen negatif bagi pergerakan harga tembaga ke depan. Apalagi, diketahui pengiriman untuk September turun 1,1% usai Presiden AS Donald Trump mengeluarkan pernyataan yang menunjukkan sinyal negosiasi perang dagang dengan China masih jauh dari kesepakatan. 

Selain berkembangnya isu perang dagang antara AS dan China, tren pelambatan pertumbuhan ekonomi global juga diyakini bakal mengganggu permintaan akan tembaga. Sehingga, pasar terus mencermati tembaga dan logam industri lainnya, di tengah ketidakpastian saat ini. 

"Harga tembaga juga menjadi barometer perang dagang," kata Wahyu kepada Kontan.co.id, Rabu (31/7). 

Baca Juga: Harga tembaga bergerak di sekitar level tertinggi dua pekan

Dia menjelaskan, tembaga merupakan pemimpin dari sektor logam dasar yang dipasarkan di LME, sehingga pergerakannya bakal mengacu juga pada harga aluminium, timah, seng, nikel dan timah. Apalagi, semua jenis logam tersebut merupakan bahan baku utama untuk pembangunan infrastruktur di seluruh negara di dunia. 

Permintaan terbanyak datang dari China, sehingga ketika kondisi Negeri Tirai Bambu tersebut terganggu dapat dipastikan bahwa permintaan terhadap berbagai logam bakal turun. Apalagi, meningkatnya perselisihan dalam negosiasi perdagangan, cenderung merugikan pihak China sehingga secara langsung akan berdampak pula pada permintaan tembaga untuk proyek infrastruktur China yang diperkirakan bakal turun.

Sedangkan dari sisi permintaan dan penjualan, Wahyu menilai untuk tembaga tidak terlalu buruk. Dengan defisit pasokan sebanyak 189.000 per metrik ton untuk 2019, jumlah tersebut hanya mewakili 0,75% permintaan olahan tembaga tahunan. Ditambah lagi, tren dovish dari Bank Sentral Eropa (ECB) dan Bank Sentral Inggris Bank of England (BoE) diperkirakan bisa menjadi sentimen positif. 

Baca Juga: Ini Proyeksi Harga Komoditas Logam Industri Hingga Akhir Tahun

Secara teknikal, tren harga tembaga di jangka panjang masih stabil ke arah konsolidasi. Namun, jika harga menyentuh level US$ 5.700 per metrik ton, ada ancaman harga tembaga mengarah ke level terendah di 2015 yakni US$ 4.000 per metrik ton. 

"Di sisa tahun ini, perkiraan harga berada di US$ 5.700 per metrik ton hingga US$ 6.200 per metrik ton, dengan tren turun. Namun, peluang untuk berada di level tersebut cukup tersebut, sayangnya untuk strong rebound ke US$ 6.500 masih sulit," jelasnya. 

Baca Juga: Analis: Harga tembaga masih berpotensi naik meski terbatas

Untuk kuartal III-2019, harga tembaga diperkirakan berada pada rentang US$ 5.400 per metrik ton hingga US$ 6.600 per metrik ton. Dengan syarat, jika harga mampu bertahan di atas US$ 5.700 per metrik ton maka tren bullish bisa berlanjut. Namun, jika yang terjadi sebaliknya maka asumsi di semester kedua akan lebih buruk dan bergerak di rentang US$ 4.500 per metrik ton hingga US$ 6.500 per metrik ton. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×