Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Dupla Kartini
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Angka inflasi di Ramadan tahun ini melambat. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi Mei cuma 0,21% month to month. Angka ini lebih rendah dibandingkan inflasi Ramadan tahun lalu sebesar 0,39%.
Meski begitu, para analis menilai kondisi ini tidak mengindikasikan pelemahan ekonomi. Kepala Riset Koneksi Kapital Sekuritas Alfred Nainggolan memandang inflasi rendah belum menjadi indikator yang menggambarkan daya beli melemah.
Saat ini pelaku pasar meyakini inflasi Ramadan yang lebih rendah karena banyaknya intervensi pemerintah dalam menjaga stabilitas harga di pasar. "Bisa saja karena distribusinya yang semakin baik, sehingga cost-nya (harga) lebih baik," ungkap Alfred.
Selain itu, pemerintah secara masif menggelar banyak program untuk menyalurkan kebutuhan pokok selama Ramadan tahun ini. Alfred mengungkapkan, tingkat pendapatan masyarakat masih terjaga, sehingga daya beli juga masih cukup bagus di Ramadan ini. Bahkan, tren pendapatan masyarakat di Tanah Air cenderung meningkat.
Hal senada diungkapkan analis Senior Paramitra Alfa Sekuritas William Siregar. Survei konsumen Bank Indonesia memperkuat alasan menampik inflasi lebih rendah sebagai sinyal pelemahan daya beli. "Survei konsumen BI memperkirakan pengeluaran untuk tiga bulan mendatang meningkat," kata dia.
William juga melihat masyarakat memilih menahan diri dan menyiapkan belanja untuk kebutuhan sekolah dan liburan panjang. "Inflasi Juni akan tinggi, karena efek gaji ke-13 kepada PNS dan pensiunan," tutur dia.
Alfred meyakini, inflasi rendah di bulan puasa tak menjadi penghalang bagi pertumbuhan sektor barang konsumsi, properti dan otomotif. "Saya lihat bukan pada kondisi daya beli saja, tapi juga confidence," kata Alfred.
Adapun saham-saham yang menarik untuk dilirik dari ketiga sektor tersebut adalah INDF, BSDE dan ASII. Meski begitu, saat ini Alfred belum merekomendasikan investor masuk ke sektor tersebut. "Properti dan consumer goods masih berat pertumbuhan kinerjanya. Jadi harga sahamnya pun tak menunjukkan katalis positif. Kalau rekomendasi kami memilih ASII," ungkap dia.
William menemukan korelasi unik, di mana kenaikan harga batubara sanggup mendorong sektor properti dan otomotif. Menguatnya harga batubara berkorelasi dengan arah konsumsi masyarakat ke depan. "Sektor properti dan otomotif menarik, kedua sektor akan rebound. Selain itu, keduanya cukup overweight dan (tumbuh) signifikan dengan korelasi menguatnya harga komoditas," ujar dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News